DARI KARTINI MENUJU CAHAYA ILAHI


Raden Ajeng Kartini adalah tokoh Jawa dan pahlawan nasional yang lahir di Jepara pada tanggal 21 April 1879 dan meninggal pada tanggal 17 September 1904 pada usia yang masih muda,yaitu 25 tahun. Meskipun usianya cukup singkat,Kartini muda sudah dikenal sebagai pelopor kebangkitan wanita pribumi. R.A Kartini putri dari pasangan Ario Sosroningrat(Bupati Jepara) dan M.A Ngasirah yang merupakan anak dari Kyai Haji Madirono dan Nyai Haji Siti Aminah. Walaupun R.A Kartini lahir dari keluarga bangsawan dan tokoh agama,ia masih belum memahami makna agamanya secara keseluruhan. Karena pada waktu Pemerintahan Belanda,umat islam hanya dibolehkan mengajarkan Al - Qur’an dengan syarat tidak diterjemahkan dalam bahasa nusantara atau dengan kata lain hanya bisa belajar membaca hurufnya sampai lancar tanpa memahami maknanya beserta tafsirnya.
Suatu ketika Kartini muda berkunjung ke rumah pamannya(Bupati Demak) yang saat itu menyelenggarakan pengajian bulanan khusus anggota keluarga bersama Kyai Haji Sholeh Darat Semarang. Kartini tertarik dalam setiap materi yang disampaikan terutama tafsir Al – Fatihah. Setelah pengajian selesai,kartini mengajak pamannya untuk bertemu dengan Kyai Haji Sholeh Darat,karena kartini ingin bertanya mengenai beberapa hal.
“Mohon maaf kyai,perkenankanlah saya menanyakan,bagaimana hukumnya apabila seorang yang berilmu,namun ia menyembunyikan keilmuannya?” tanya kartini kepada Kyai Haji Sholeh Darat.
Tertegun mendengar pertanyaan cerdas dari Kartini muda,Kyai Sholeh balik bertanya.
“Mengapa Raden Ajeng Kartini bertanya demikian?” tanya Kyai Sholeh.
“Mohon maaf kyai,aku selama ini tdk pernah mengetahui makna dan tafsir surat Al – Fatihah. Namun,aku baru kali ini bisa memahaminya tentang makna dan tafsir surat Al – Fatihah sebagai induk Al – Quran yang isinya begitu indah menggetarkan sanubariku. Maka,aku bukan hanya bersyukur kepada Allah swt tapi keheranan ku tak ada habis – habisnya,mengapa selama ini para ulama melarang keras penerjemahan dan penafsiran dalam bahasa jawa. Bukankah Al – Qur’an adalah kitab untuk hidup berbahagia dan kesejahteraan manusia?” jawab Kartini sambil mengakhiri dengan sebuah pertanyaan.
Ibu Kartini muda saat itu memang belajar islam dengan guru ngajinya,namun beliau masih belum puas dengan cara mengajarnya yang bersifat dogmatis dan indoktrinatif hingga Kartini muda belum bisa mencintai agamanya,meskipun beliau merupakan keturunan dari tokoh agama. Kartini muda hanya diajarkan tentang cara membaca dan menghafal Al – Qur’an tanpa mengetahui terjemahan dan penafsiran Al – Qur’an. Karena pada saat itu Pemerintahan Belanda hanya membolehkan umat islam belajar membaca huruf tanpa mengetahui maknanya agar umat islam tidak menyerang Pemerintahan Belanda sebagai penjajah.
Kartini menceritakan curahan hatinya kepada Kyai Haji Sholeh Darat Semarang mengenai kondisi pada saat itu dimana cahaya Al – Qur’an belum menerangi seluruh sendi kehidupan masyarakat jawa dan beliau baru kali ini mengetahui terjemahan dan tafsir surat Al – Fatihah yang bisa menggetarkan hatinya. Kemudian atas permintaan Kartini muda,Kyai Haji Sholeh Darat diminta menerjemahkan dan menafsirkan Al – Quran dalam bahasa jawa di sebuah kitab yang berjudul “Fadhur Rahman Fii Tafsiril Qur’an” jilid pertama yang terdiri dari 13 juz,dari surat Al – Fatihah sampai surat Ibrahim. Kitab ini diberikan oleh Kyai Haji Sholeh Darat Semarang kepada Kartini muda ketika ia melangsungkan pernikahan dengan R.M Joyodiningrat(Bupati Rembang) sebagai hadiah. Kyai Sholeh Darat belum melanjutkan setiap jilid dalam kitabnya karena beliau meninggal pada saat menerjemahkan jilid pertama,namun hal ini sudah cukup membuka pikiran Kartini muda mengenal islam.
Sebuah gagasan dari Kartini muda sangat bermanfaat bagi masyarakat islam Indonesia, terutama di daerah jawa sampai saat ini, hal ini bisa dibuktikan bahwa kitab ini menjadi bahan rujukan untuk beberapa pondok pesantren di Indonesia sebagai mata pelajaran dalam kelas dan kitab ini juga sering digunakan oleh para masyayikh dalam mengajar masyarakat.
Hasil dari gagasan Kartini muda tersebut yang disambut oleh Kyai Haji Sholeh Darat menjadi sebuah karya,bisa mencetuskan kutipan yang sangat terkenal dari Kartini muda,yaitu Habis gelap terbitlah terang yang diambil dari penggalan surat Al – Baqarah ayat 257 yang berbunyi “Minaz-zulumati ilan-nur” artinya dari kegelapan (kekufuran) menuju cahaya (iman). Karena pada saat itu, Kartini meyakini bahwa Allah swt. akan membimbing, menolong, memberikan hidayah kepada hamba-Nya yang beriman dari kebodohan menuju terangnya iman dan ilmu. Semoga cahaya ini akan terus menerangi dalam setiap kehidupan kita sebagai umat islam dan bisa menumbuhkan kartini – kartini baru yang akan membawa peradaban yang lebih terang.
Oleh : Adina Agung Eko Laksono (Mahasiswa FUPK Ilmu Alquran Tafsir UIN Walisongo)

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama