Akhir-akhir ini kita tidak hanya digegerkan dengan wabah virus corona atau covid-19 saja. Akan tetapi, tidak sedikit juga yang mengait-ngaitkan tentang ayat Al-Qur'an dengan wabah covid-19 melalui pesan yang beredar di berbagai media sosial. Ayat yang sering digunakan tersebut tidak lain adalah Q.S. Al-Ahzab 33 dan Fussilat 25. Kedua ayat tersebut berbunyi:
وَقَرۡنَ فِی بُیُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجۡنَ تَبَرُّجَ ٱلۡجَـٰهِلِیَّةِ ٱلۡأُولَىٰۖ وَأَقِمۡنَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتِینَ ٱلزَّكَوٰةَ وَأَطِعۡنَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥۤۚ إِنَّمَا یُرِیدُ ٱللَّهُ لِیُذۡهِبَ عَنكُمُ ٱلرِّجۡسَ أَهۡلَ ٱلۡبَیۡتِ وَیُطَهِّرَكُمۡ تَطۡهِیرࣰا (٣٣)
وَقَیَّضۡنَا لَهُمۡ قُرَنَاۤءَ فَزَیَّنُوا۟ لَهُم مَّا بَیۡنَ أَیۡدِیهِمۡ وَمَا خَلۡفَهُمۡ وَحَقَّ عَلَیۡهِمُ ٱلۡقَوۡلُ فِیۤ أُمَمࣲ قَدۡ خَلَتۡ مِن قَبۡلِهِم مِّنَ ٱلۡجِنِّ وَٱلۡإِنسِۖ إِنَّهُمۡ كَانُوا۟ خَـٰسِرِینَ﴾ [فصلت ٢٥]
Jika dibaca sekilas, memang seolah dalam redaksi ayat telah menyebutkan istilah "corona". Lantas bagaimanakah menyikapi hal ini?
Lafaz " قرن" jika diartikan bebas dalam Q.S. Al-Ahzab ayat 33 bermakna memerintahkan kepada istri-istri Nabi untuk menetap di rumah. Selanjutnya, lafaz "قرناء" jika diartikan juga tidak ada kaitannya dengan wabah. Lafaz disitu bermakna teman-teman (setan) yang akan menemani musuh-musuh Allah kelak di neraka. Sehingga ayat tersebut kurang tepat apabila dikaitkan dengan wabah covid-19 yang sedang berkembang saat ini.
Perlu diketahui juga, tidak ada satu ayatpun yang membahas tentang wabah covid-19 dalam Al-Qur’an. Karena dalam rentang waktu saja Al-Qur'an turun 1400 tahun lalu. Lalu bagaimanakah dengan kaidah "Al-Qur'an sohih li kulli zaman wa makan"?
Menilik dari ayat-ayat dalam Al-Qur'an, maka ayat yang paling tepat dalam menyikapi wabah covid-19 ialah Q.S Al-Baqarah ayat 243. Ayat tersebut berbunyi:
أَلَمۡ تَرَ إِلَى ٱلَّذِینَ خَرَجُوا۟ مِن دِیَـٰرِهِمۡ وَهُمۡ أُلُوفٌ حَذَرَ ٱلۡمَوۡتِ فَقَالَ لَهُمُ ٱللَّهُ مُوتُوا۟ ثُمَّ أَحۡیَـٰهُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَذُو فَضۡلٍ عَلَى ٱلنَّاسِ وَلَـٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا یَشۡكُرُونَ
Dari asbab-nuzulnya, ayat ini turun ketika terjadi wabah "Tho'un" yang ditimpakan Allah kepada Bani Isroil. Dalam tafsir Al-Qur'an Al-Adzim karya Ibnu Katsir disebutkan:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: ﴿أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ خَرَجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَهُمْ أُلُوفٌ حَذَرَ الْمَوْتِ﴾ قَالَ: كَانُوا أَرْبَعَةَ آلَافٍ خَرَجُوا فِرَارًا مِنَ الطَّاعُونِ قَالُوا: نَأْتِي أَرْضًا لَيْسَ بِهَا(١) مَوْتٌ حَتَّى إِذَا كَانُوا بِمَوْضِعِ كَذَا وَكَذَا قَالَ اللَّهُ لَهُمْ(٢) مُوتُوا فَمَاتُوا
Terjemah bebasnya kira-kira seperti ini, “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, orang-orang Bani Isroil yang berjumlah 4000 lari dan menghindari dari wabah tho'un. Kemudian dengan kuasa Allah, bukannya mereka selamat, melainkan mereka dimatikan oleh Allah SWT.”
Kaum Bani Isroil bermaksud untuk menghindar dari terkena wabah tersebut. Lantas Allah mematikan mereka. Namun ditilik dari segi logika, mereka mati bukan tanpa sebab. Melainkan mereka menderita penyakit dan akhirnya mati. Ayat tersebut seolah memerintahkan kepada manusia, jika terdapat wabah dalam suatu tempat, hendaklah tidak berpergian dengan maksud ingin menyelamatkan diri.
Sangat disayangkan jika banyak yang melakukan cocokologi ayat dengan peristiwa ini. Dalam Ulumul Qur'an maupun Tafsir, sebetulnya tidak ada metode cocokologi. Karena hakikatnya cocokologi merupakan terminologi yang sarkastik. Lantas apa yang bisa kita petik dari uraian di atas?
Sebagai kitab petunjuk, Al-Qur'an telah menjadi sumber ajaran umat Islam yang pakem. Al-Qur'an dalam menjelaskan sesuatu menggunakan kata yang multitafsir. Sudah tentu ini menjadi pintu lebar para mufassir untuk mengungkap fenomena yang sedang terjadi.
Dalam istilah ilmu Al-Qur'an, ada kaidah yang bernama al ibroh bi khushushi as sabab dan al ibroh bi ‘umumi al lafdzi.
Untuk kaidah pertama (al ibroh bi khushushi as sabab) tentu kita tidak bisa mengkorelasikannya dengan fenomena covid-19 saat ini. Jika kita menggunakan makna "tho'un" yang diberikan oleh Abu Zakariya Yahya bin Syarof an-Nawawi dalam al-Minhaj fii Syarhi Shahih Muslim bin Al-Hajjaj, ‘Tho'un’ adalah penyakit secara spesifik berbentuk luka yang keluar di tubuh, ketiak, siku, tangan, jari, dan seluruh tubuh. Jika mengikuti pendapat tersebut, maka sudah berbeda dan tidak bisa dikaitkan dengan kejadian saat ini.
Sedangkan apabila menggunakan kaidah kedua (al ibroh bi ‘umumi al lafdzi), yang diambil keumumannya supaya bisa dikontekstualisasikan dan ini pandangan jumhur ulama ilmu Al-Qur’an dan tafsir. ‘Thoun’ memiliki arti secara luas. sebagaimana dalam kitab Lisan al ‘Arab, ‘thoun’ adalah penyakit umun dan merupakan epidemi yang merusak suasana hati dan tubuh. Sehingga jika mengikuti pendapat ini, covid-19 masuk di dalam istilah thoun dan bisa dikorelasikan dengan QS. Al-Baqarah 243. Terlebih lagi, covid-19 yang telah menjadi pandemi global, menimbulkan ketakutan serta memakan banyak korban.
Dalam penanganannya, berbagai upaya seperti Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang sudah diatur dalam PP Nomor 21 Tahun 2020, Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM), hingga kebijakan Work From Home (WFH) kian diusahakan oleh pemerintah.
Dengan adanya ikhtiar pemerintah dalam menumpas wabah melalui berbagai kebijakannya, tentu sudah tergambar tindakan apa yang semestinya harus kita lakukan. Menaati peraturan dan melaksanakan himbauan demi kepentingan bersama, tidak menambah ketakutan, apalagi ikut serta menyebarkan pemahaman yang keliru menjadi tindakan alternatif dalam menyikapinya.
"Karakter Generasi Milenial itu sering mengonsumsi materi dengan instan, serta tidak bisa mencerna penjelasan argumentatif dan panjang. Sudah selayaknya para akademisi, khususnya mahasiswa harus bisa menjadi pionir untuk mengatasinya. Tentu dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh generasi pada zamannya". Dr. Mohamad Sobirin, S.Th.I., M.Hum. (Dosen Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Walisongo Semarang)
Penulis : Efri Arsyad Rizal
Edit : Elviana Feby Dwi Jayanti
Labels:
Artikel