Revolusi Industri 4.0 : Mahasiswa Qur’an Tafsir Bisa Apa?

        


Revolusi industri 4.0 bukan merupakan hal yang baru lagi. Kita seolah sudah terhipnotis dan terbiasa menjalaninya di kehidupan sehari-hari. Akibatnya berbagai sektor terdampak, tak terkecuali kepada Mahasiswa Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir. Berbeda dengan jurusan Teknik, Komputer, Desain Grafis dan lain sebagainya, mahasiswa Qur’an dan Tafsir nampaknya terdapat beberapa kendala jikalau ingin menjawab tantangan zaman saat ini. Asumsi ini memang mungkin saja mudah dipatahkan, namun setidaknya inilah yang dirasakan oleh kebanyakan mahasiswa. Apalagi mahasiswa yang memilih jurusan ini umumnya merupakan pilihan pelarian ketika sudah tidak diterima di jurusan favorit lainnya. Namun ada pula yang memilih jurusan ini karena pilihan kehendaknya sendiri.

Pada tanggal 28 dan 29 Agustus 2020, Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir mengadakan kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) Daring. Narasumber pada kegiatan tersebut adalah Ketua Badan Litbang Agama Semarang, Dr. Samidi Khalim, M.S.I dan Peneliti Ahli Madya Badan Litbang Agama Semarang, Agus Iswanto M.Hum. Kegiatan KKL ini dilaksanakan guna memenuhi syarat akademik mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir angaktan 2017.

Terdapat poin-poin menarik yang bisa diambil oleh para mahasiswa Qur’an dan Tafsir dalam kegiatan tersebut. Seminar ini, menurut Agus Iswanto, untuk memprovokasi mahasiswa memiliki motivasi dalam mengembangkan penelitian yang nantinya bisa diterapkan menjadi skripsi maupun karya-karya lainnya.

Ada 4 keahlian untuk para peneliti di masa depan yang harus dimiliki dan diterapkan saat ini. Pertama Research Communication and Public Engagement (Komunikasi Penelitian dan Keterlibatan Publik), kedua Research Collaboration Beyond Academia (Kolaborasi Penelitian di Luar Dunia Akademis), ketiga Use Digital Tools (Menggunakan Perangkat-perangkat Digital), keempat Using Open Research Practices (Menggunakan            Aplikasi Open Research).

Keahlian pertama menekankan kepada peneliti agar bisa mengkomunikasikan penelitiannya tidak hanya kepada sesama akademisi. Melainkan harus bisa ditangkap oleh masyarakat awam dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahaminya. Sehingga jangkauan manfaat penelitian bisa dinikmati lebih banyak kalangan. Tak hanya itu, sebagai peneliti tidak hanya ego terhadap minatnya saja. Peneliti harus menerima masukan dan anspirasi masyarakat terhadap apa yang sedang dibutuhkan saat ini. Sering kali dijumpai para peneliti tidak peduli terhadap apa yang diinginkan masyarakat. Akibatnya hasil penelitian tersebut terbujur kaku dan susah ditangkap oleh masyarakat luas.

Yang kedua, sebagai peneliti di era revolusi industry 4.0 tentu memiliki berbagai kemudahan. Jikalau 10 tahun terakhir belum tersedia berbagai platform-platform digital, saat ini sangat banyak ditemui yang bisa menjadi media penelitiannya. Tak hanya itu, dengan kemudahan-kemudahan yang ada, peneliti juga harus bisa berkolaborasi terhadap peneliti yang lain dalam sebuah proyek penelitian. Hal ini membuat hasil penelitian tersebut memiliki banyak sudut pandang yang dapat memperkaya manfaat penelitian. Bisa berkolaborasi antar individu, lembaga, maupun dengan pemerintahan. Selain akan menghasilkan penelitian yang kaya, dengan kolaborasi sudah pasti juga akan menambah jangkauan penikmat hasil penelitian tersebut.

Ketiga, era modern seperti saat ini menjadikan peneliti tidak harus susah payah mempublikasikan hasil penelitiannya. Dengan banyaknya platform digital dan juga media social seperti Instagram, Facebook, Twitter, dan Youtube, peneliti mudah tuk menyebar hasil penelitiannya ke publik. Selain menyebarkan, tentu sebagai peneliti dengan banyaknya  platform digital dan media social, mudah untuk memperbarui topic-topik yang sedang berkembang. Peneliti tak hanya memperkaya karyanya namun juga bisa mudah menambah wawasannya hanya dengan melalui platform yang ada.

Terakhir ialah mempublikasikan karya dengan Open Access seperti Open Jurnal System. Yaitu menautkan karya-karya dalam sebuah repository. Sehingga dapat memberikan infomasi berbagai karya-karya yang sudah ditulis kepada relasi relasi kita secara langsung.  Bagi yang sudah terbiasa tentu poin terakhir ini sudah tidak asing lagi. Dari kemudahan-kemudahan tersebut seharusnya para peneliti yang tentunya seorang mahasiswa Qur’an dan Tafsir harus semakin meningkatkan produktifitasnya,

Tantangan permasalahan yang muncul saat ini juga semakin kompleks. Para peneliti harus bisa mengambil bagian dalam fenomena ini. Diantaranya adanya etika dan spiritualitas baru,  ketercerabutan akar budaya, transformasi radikalisme dan keamanan nasional-internasional, dan disrupsi otoritas dalam wacana dan pendidikan agama.  

Lalu apakah yang bisa dilakukan?

Memiliki keilmuan dalam bidang Al-Qur’an dan Tafsir tentu kaya akan perspektif. Peneliti bisa mengambil sumber dari manuskrip-manuskrip kuno, meneliti budaya popular, arsitektur bangunan keagamaan, sejarah pemikiran, pemikiran tokoh, tradisi lisan, literatur klasik maupun kontemporer, dan juga dapat meneliti arsip-arsip kuno.

Samidi Khalim menjelaskan bahwa di Balai Litbang Agama Semarang terdapat beberapa manuskrip yang bisa diakses guna tuk diteliti. BLAS sangat terbuka jikalau ada mahasiswa yang ingin meneliti manuskrip-manuskrip untuk dijadikan karya tulis seperti skripsi. Yang paling hangat, pada tahun 2019, BLAS baru saja mengumpulan sekitar 150an manuskrip-manuskrip dari Bali. Kesempatan ini tentu tidak boleh dibiarkan saja oleh para calon peneliti dari jurusan Qur’an dan Tafsir.

Akankah muncul peneliti-peneliti baru nanti? Semoga.

Oleh : Efri Arsyad Rizal (Mahasiswa Ilmu Al-Quran dan Tafsir)



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama