Seorang pemimpin yang dapat dikatakan pemimpin yang sebenarnya adalah mereka yang memiliki nilai-nilai yang dapat membentuk karakteristik kepemimpinannya, salah satunya adalah tanggung jawab. Pada hakikatnya setiap individu merupakan seorang pemimpin, baik menjadi pemimpin dirinya sendiri maupun orang lain. Makna dari pemimpin sendiri adalah orang yang mampu mengontrol dan mempengaruhi orang lain, baik dari segi perasaan, pikiran, maupun perbuatan. Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa pemimpin merupakan sosok yang memotori pergerakan seseorang atau suatu kelompok untuk mencapai tujuan tertentu, sehingga ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.
Islam menilai bahwa kepemimpinan merupakan sesuatu yang sangat urgent bagi kehidupan. Hal ini telah dibuktikan dengan banyaknya ayat Al Quran dan Hadits yang menyinggung masalah pemimpin. Salah satunya yaitu hadis yang berbunyi :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya : Telah bercerita kepadaku Abdulloh ibn Maslamah, dari Malik, dari Abdulloh ibn Dinar, dari Abdulloh ibn Umar bahwasanya Rosululloh SAW bersabda : “Setiap kamu adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan dimintai pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin bagi keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawaban perihal keluarga yang dipimpinnya, seorang isteri adalah pemimpin atas rumah tangga suami dan anaknya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas tugasnya, seorang pembantu adalah bertanggungjawab atas harta tuannya dan akan ditanya dari tanggungjawabnya, dan kamu sekalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban perihal kepemimpinannya. (H.R. Bukhari dan Muslim).
Ada empat kata yang sering digunakan untuk pemimpin, yaitu 1.) Ar ra’i yakni seorang imam yang akan dimintai pertanggung jawaban atasnya. 2.) Imam yakni orang yang berada di depan, maksudnya adalah orang yang memberi petunjuk dan memberi teladan bagi yang dipimpinnya. 3.) Kholifah yaitu seorang pengganti kepemimpinan sebelumnya. 4.) amir yakni pemerintah. Pemerintah yang bertanggung jawab atas kemaslahatan rakyatnya.
Dalam hadis yang telah disebut sangatlah tampak jelas bahwa etika kepemimpinan dalam Islam menitikberatkan pada tanggung jawab, tanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Setiap orang memiliki tanggung jawab sebagai pemimpin, setidaknya berawal dari diri sendiri. Terlebih jika ia dibebani sebuah keluarga, maka harus bertanggung jawab atas anak dan isterinya. Atau dibebani mengepalai kepemerintahan menjadi bupati, gubernur, presiden, atau lainnya, pasti ia akan dimintai pertanggung jawaban atas rakyat yang dipimpin. Tanggung jawab disini bukan hanya sekedar melaksanakan tugas belaka, namun harus memberi pengaruh dan perubahan lebih baik terhadap apa yang dipimpinnya.
Makna asal kata ra’i (pemimpin) adalah pengembala. Seorang pengembala tentu tugasnya adalah merawat, memberi makan dan minum, dan memberi tempat istirahat hewan gembalaanya. Begitu pula pemimpin, ia harus mampu menjadi sosok yang mengayomi dan mensejahterakan rakyatnya, sehingga membuat rakyat menjadi tenang, aman, dan nyaman.
Apa saja yang menjadi keputusan pemimpin adalah hal yang wajib untuk ditaati, selagi itu bukan maksiat/dosa. Lalu bagaimana jika keputusan pemimpin membuat rakyat menjadi resah dan tidak nyaman? Bagaimana Islam sebagai agama yang mempunyai konsep rahmatal lil alamin ini menyikapinya sesuai ajaran al Quran?. Mengkritik dan manasihati merupakan salah satu solusi ketika hal ini terjadi, namun bagaimana etika yang tepat dan sesuai dengan ayat-ayat al Quran untuk menghadapi keputusan pemimpin yang membuat resah? permasalahan ini tentunya sangat menarik untuk dikaji lebih dalam.
Untuk menemukan jawabannya mari ikuti munadloroh (diskusi) yang diselenggarakan oleh HMJ IAT (Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Al Quran dan Tafsir) UIN Walisongo Semarang dengan tema (Tafsir Tematik Ayat-ayat Al Qur’an : Tanggung Jawab Seorang Pemimpin “Bagaimana cara mengkritik dan menasihatinya?”). Yang akan dilaksanakan pada hari Ahad, 18 Oktober 2020, pukul 14.00-selesai WIB, Via online (Google Meet). Bersama beliau Bpk. Yosef Komarawandhana, H.S.Pd.I, MM (Dosen Mahasiswa UIN Walisongo Semarang) sebagai narasumbernya. Jangan lupa! daftarkan diri anda sesuai CP yang tedapat pada pamflet ya..
Oleh : Khoirul Muthahhirin (Mahasiswa Ilmu Al-Quran dan Tafsir UIN Walisongo Semarang)