Ilustrasi Nabi Adam: https://images.app.goo.gl/4YL2HRCHdeJqae3g6 |
Qasash Al-Qur’an merupakan kisah-kisah di dalam Al-Quran yang bercerita tentang umat terdahulu beserta Nabinya, peristiwa di masa lampau, sekarang dan yang akan datang. Hal tersebut sebagaimana diuraikan dalam Kitab Manna’ al-Qaththan sebagai salah satu kitab rujukan utama dalam pembahasan ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
Berbicara mengenai kisah-kisah yang diceritakan dalam Al-Qur’an, kisah para Nabi dan umatnya selalu menjadi yang paling menarik. Al-Qur’an menceritakan kisah tersebut semata-mata bukan hanya untuk pemberitahuan, akan tetapi bertujuan agar umat akhir zaman yang tergolong umat Nabi Muhammad SAW ini dapat mengambil hikmah dari kisah-kisah tersebut.
Satu dari banyak kisah Nabi yang diceritakan di dalam Al-Qur’an adalah Nabi Adam as. Sebagai utusan Allah yang pertama, kisah Nabi Adam memiliki daya tarik tersendiri. Berbeda dengan kisah Nabi lain yang menceritakan umat yang durhaka dan adzab Allah yang menimpanya, kisah Nabi Adam hadir penuh dengan teka-teki.
Beberapa detail kisah yang di luar nalar manusia menjadikannya sedikit sukar untuk diterima akal. Terlebih, pembaca (Al-Qur’an) menyampaikan kisah di dalamnya dengan perspektif cerita yang beragam. Hal tersebut patut membuat kita sebagai orang awam yang hanya mampu menerima cerita terkadang masih merasa kebingungan bahkan salah pemahaman.
Dalam sebuah kajian Tafsir Jalalain yang dipimpin oleh KH. Abdul Muhayya’, pengasuh Mahad Ulil Albab sekaligus Dosen UIN Walisongo Semarang, menerangkan Al-Baqarah 34-39 dengan menyampaikan bahwa kisah Nabi Adam as perlu diceritakan dalam alur yang suci. Karena apabila kisah ini terus menerus diceritakan dalam alur dhohir nya, Nabi Adam as akan nampak sebagai pihak yang bersalah. Selain itu, sebagai keturunan Adam memang sudah sepatutnya kita bercerita dengan melihat sisi kesucian Nabi Adam as.
Beberapa Diskursus dalam Kisah Nabi Adam As:
Pertama, persoalan istri Nabi Adam.
Mufassir mencoba menjelaskan bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam. Hal tersebut dilandaskan kepada sebuah hadits Nabi Muhammad SAW. Pendapat selanjutnya mengatakan bahwa ‘tulang rusuk’ diinterpretasikan sebagai perumpamaan bahwa perempuan memiliki akhlak bengkok yang perlu untuk diluruskan. Apabila tulang rusuk dimaknai secara dhohir, berarti penciptaannya sudah ada lebih dahulu dan hal tersebut tidak sinkron dengan waktu diciptakannya Ibu Hawa.
Kedua, Surga tempat tinggal Nabi Adam.
Pada dasarnya kata surga yang dalam Bahasa Arab jannah memiliki makna kebun (Bustan). Persoalan surga dianggap sebagai diskursus manakala terdapat perbedaan pendapat ulama dalam memahami surga tempat tinggal Nabi Adam As pada masa itu. Ulama Muktazilah dan Qadariyyah berpendapat bahwa surga sebagai tempat tinggal Nabi Adam bukanlah surga yang diciptakan untuk orang bertakwa melainkan surga yang lain. Hal tersebut dikarenakan menurut mereka, surga untuk orang bertakwa apabila seseorang sudah masuk ke dalamnya orang tersebut akan kekal di dalamnya. Akan tetapi sebagian besar ulama berpendapat bahwa surga tempat tinggal Nabi Adam merupakan surga yang sama dengan yang akan dihadiahkan kepada orang-orang yang bertaqwa. Wacana pertama ditolak oleh sebagian besar ulama dengan alasan bahwa kata jannah dalam Al-Qur’an tertulis dengan kata Ma’rifat yang merupakan kata khusus bukan merupakan kata Nakiroh (Umum).
Selain itu, mengenai keluar masuk surga, dibantah juga oleh mayoritas ulama dengan menyertakan argument bahwa Nabi Muhammad SAW sudah pernah masuk untuk kemudian keluar lagi dari surgaNya pada masa isro’ mi’roj.
Ketiga, Pohon yang dilarang (Asy-Syajarah).
Diskursus selanjutnya berkenaan dengan persoalan pohon dalam kisah ini. Beberapa menafsirkan pohon terlarang sebagai pohon anggur dengan argumentasi diharamkannya perasan anggur. Pendapat lain menafsirkan sebagai suatu pohon yang buahnya memiliki biji (Sunbulah) serta ada lagi buah tin. Akan tetapi dalam penafsiran Al-Qurtubi dijelaskan bahwa persoalan jenis pohon bukanlah menjadi urgensi dalam hal ini. Urgensi dari poin ini adalah larangan itu sendiri. Ketika suatu perkara sudah dilarang oleh Allah maka hal tersebut jelas adanya bahwa itu merupakan sebuah pantangan yang tidak perlu dipertanyakan ulang.
Keempat, Kedholiman Nabi Adam (Fatakuuna Min al-Dholimin)
Apakah benar dengan melanggar larangan Allah kemudian Nabi Adam menjadi Dzolim? Imam Hanafi, Maliki dan Syafi’i telah sepakat bahwa sesunggunya para Nabi itu memiliki jaminan ‘maksum’ atau terjaga dari dosa baik dosa kecil maupun dosa besar. Hal tersebut dikarenakan seorang Nabi adalah panutan bagi umatnya, apakah seorang umat akan dibiarkan mengikuti sebuah kesalahan?
Maka dari itu, jika Nabi Adam berbuat kesalahan berikut ada beberapa pendapat ulama yang menjawabnya :
Nabi Adam pada saat itu belum menjadi seorang Nabi (Sebelum Kenabian) sehingga kesalahan yang dilakukan pada saat itu bukan merupakan suatu masalah.
Apa yang terjadi pada Nabi Adam As bukan merupakan sebuah kesalahan. Nabi Adam pada saat tersebut hanya lupa, dan beliau tidak memiliki keinginan sengaja yang kuat untuk melakukan pelanggaran.
Nabi Adam telah melakukan Talaqqi dengan menerima ajaran Allah sebagai penebusan dosa.
Kelima, Masuknya Iblis ke Surga setelah diusir.
Pada hakikatnya iblis memang dilarang memasuki surga. Namun hal tersebut bukan berarti iblis tidak bisa masuk melalui ruang keragu-raguan / was-was. Ia bisa berjalan sesuai dengan aliran darah manusia sehingga mereka akan dengan mudah menggoda manusia. Hal ini sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa was-was bisa dikatakan sebagai perangkat godaan yang sudah dimiliki iblis, sehingga hal tersebut akan memudahkan iblis untuk menggoda manusia termasuk Nabi Adam As pada peristiwa itu.
Beberapa diskursus dalam kisah Nabi Adam yang telah disebutkan mengingatkan kita bahwa persoalan Ilmu itu tidak semua harus diungkapkan. Dalam kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali dijelaskan Ada rahasia yang apabila dibuka hal tersebut akan lebih bagus daripada ditutupi sebelumnya. Tetapi ada juga rahasia yang tidak boleh dibuka, karena apabila itu terbuka akan menjadi persoalan yang berat sehingga lebih baik untuk dirahasiakan.
Wallahua’lam
Oleh: Azma Zuhayda Arsyada