Ibu dalam Pandangan Islam

Dalam karyanya yang bertajuk “Ahdaf al-Usrah Fil Islam,” Husain Muhammad Yusuf pernah mengatakan bahwa keluarga adalah batu pertama dalam membangun negara. Pada pemaparannya beliau menjelaskan betapa pentingnya peran keluarga sebagai unit yang paling mendasar dalam membentuk sebuah kelompok. Sebagaimana halnya keberadaan Ibu sebagai sosok perempuan yang mengambil peran sangat penting dalam komponen keluarga.

Di dunia ini ada begitu banyak generasi-generasi hebat yang lahir dari rahim seorang ibu. Berkat pengorbanan bahkan rela mempertaruhkan nyawanyalah, bangsa ini dapat meneruskan menjalankan kewajibannya sebagai khalifah fil ardh seperti yang telah diperintahkan Allah SWT sejak masa awal penciptaan manusia. Ajaran agama Islam telah mengajarkan pada seluruh manusia agar berbuat baik kepada orang tuanya, terutama Ibu. Allah SWT telah berfirman :

وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَاناً حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ كُرْهاً وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْراً حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحاً تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya yang mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a : ‘Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat bebruat amal yang shaleh yang Engkau ridhai. Berikah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.’” (QS. Al-Ahqaf : 15).

Pada ayat tersebut Allah SWT telah memerintahkan secara eksplisit untuk berbuat baik kepada kedua orang tua dengan berbakti kepada keduanya, baik selama hidup hingga setelah kematiannya, terutama kepada seorang ibu yang telah berjuang untuk melahirkan dan memebesarkan dengan penuh kasih sayang. Rasulullah sendiri apabila beliau ditanya siapa orang yang paling utama untuk dihormati dan diperlakukan dengan baik, maka Rasulullah menjawab ibu. Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW menegaskan :

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ اِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِيْ قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوْكَ. رواه البخاري ومسلم.

Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, “Ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW, kemudian ia bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?’ beliau menjawab, ‘Ibumu.’ ‘Lalu siapa lagi?’ ‘Ibumu,’ ‘Siapa lagi?’ ‘Ibumu’ Siapa lagi?’ ‘Bapakmu.’ ” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Dari hadis tersebut menunjukkan bahwa setiap pada saat terdapat orang yang bertanya kepada Rasulullah untuk menanyakan siapakah yang lebih berhak dilayani dengan sebaik-baiknya, Rasulullah selalu menganjurkan untuk berbakti dan berbuat baik kepada ibu, bahkan beliau mengulangi perkataannya sebanyak tiga kali. Hal ini karena memperlakukan ibu dengan sebaik-baiknya merupakan ibadah amal sholeh yang sangat agung, yang paling dicintai oleh Allah SWT.

Begitu pula sebaliknya, Allah SWT sangat membenci perbuatan seseorang yang dapat menyakiti perasaan ibu, meremehkan nasihat-nasihatnya, melontarkan kata-kata yang kurang baik, mengabaikan perintahnya. Karena perbuatan tersebut termasuk dengan “Uququl Walidaini,” perilaku yang termasuk dosa besar. Dasar hukum yang berkaitan dengan hal ini terletak pada firman Allah di surat Al-Isra’ ayat 23 yakni :

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ ٱلْكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.

Dari ayat tersebut dapat diketahui, betapa Allah telah melarang keras untuk tidak mengucapkan kata-kata kasar kepada orang tua, dalam hal ini kata ‘ah’ merupakan kata-kata yang paling ringan dan tidak diperbolehkan untuk diucapkan. Dan pada ayat ini pula sesungguhnya mengandung makna implsit (mafhum), yakni ketika mengucapkan kata-kata yang tidak baik saja sudah sangat dilarang, apalagi melakukan sesuatu yang lebih buruk daripada hal tersebut, seperti menghardik, memukul, mengusir, berlaku kasar, atau perbuatan-perbuatan lainnya yang sudah tentu sangat dilarang dalam agama Islam.

Allah telah mengultimatum untuk selalu menjaga sikap kepada kedua orang tua terutama seorang ibu. Sehingga barangsiapa yang melanggar perintah Allah dengan durhaka atau berbuat tidak baik kepada kedua orang tua, maka termasuk telah melakukan dosa besar kepada Allah dan juga kepada makhluk-Nya. Oleh karena itu, setiap muslim sudah sepatutnya melaksanakan kewajiban untuk berbakti dan taat kepada kedua orang tua sebagaimana yang telah diajarkan dalam agama Islam yang menjunjung tinggi kedudukannya, agar senantiasa diberikan kelancaran dalam segala urusan di dunia maupun di akhirat.


Oleh : Elviana Feby Dwi Jayanti (Mahasiswa Ilmu al-Quran dan Tafsir UIN Walisongo Semarang)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama