Meratapi Mayit, Apakah Boleh?

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Kematian adalah suatu hal yang pasti dialami oleh setiap makhluk yang hidup bumi ini, sebagaimana firman-Nya dalam surat Al Imran ayat 185; “Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu”. Adanya kematian bagi makhluk merupakan ujian dari Allah agar tiap manusia dapat saling berlomba dalam memperbaiki dan memperbanyak amal sholehnya, untuk mendapatkan tempat yang mulia di sisi Allah—di akhirat kelak. 

Kemudian normalnya sebagai manusia biasa, kesedihan akan kehilangan sesuatu adalah hal yang wajar jika menimbulkan rasa sedih dalam hati maupun sampai terluapkan dengan keluarnya air mata, terlebih jika kehilangan seseorang dalam hidupnya. Namun tidak sedikit kesedihan yang diluapkan secara lebih oleh sebagian orang. Namun ternyata, dijumpai hadis Nabi SAW yang melarang hal tersebut. Berkenaan pelarangannya tersebut, riwayat yang masyhur adalah ketika setelah ditikamnya Umar bin Khattab dan menjelang kematiannya, yakni:

Telah disampaikan kepadaku oleh Tsabit, dari Anas bin Malik bahwa ketika Umar bin Khattab ditikam oleh pembunuhnya (Abu Lu’luah), maka Hafsah (putri Umar) menjerit dan meratap. Maka berkatalah Umar “Hai Hafsah, tidakkah engkau mendengar Rasulullah SAW., pernah bersabda bahwa yang diratapi akan tersiksa karena ratapan keluarganya itu?”.  Dalam riwayat yang lain; Telah disampaikan kepada kami oleh Ubaidillah bin ‘Amr dari Abdul Malik bin Umar dari Abu Burdah dari ayahnya, ia berkata: ‘Ketika Umar bin Khattab tertikam, Shuhaib meratap dengan suara keras sehingga Umar bertanya: “Adakah engkau menangisiku?” kemudian dijawab oleh Shuhaib “Ya!” maka Umar berkata: “Tidakkah engkau ketahui bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: “Barangsiapa ditangisi, akan beroleh siksa”. 

Namun, mengenai hadits tentang siksaan bagi mayit yang diratapi ini ternyata mendapat beberapa tanggapan, salah satunya adalah bantahan dari Aisyah ra., yang pernah ditanyakan oleh Abdullah bin Abbas tentang hadits ini, kemudian beliau memberikan jawaban “Semoga Allah merahmati Umar. Demi Allah, Rasulullah SAW tidak pernah menyatakan bahwa orang mati akan beroleh siksa yang disebabkan tangisan keluarganya. Tetapi yang beliau sabdakan adalah “Sesungguhnya Allah menambah azab atas diri orang kafir dengan adanya tangisan keluarganya”. Kemudian Aisyah menambahkan: Cukup ayat al Qur’an bagi kalian: “Tidaklah seseorang menanggung dosa orang lain” (Q.S Al An’am; 164). 

Dalam riwayat lain Abdullah bin ‘Abbas juga memberikan jawaban kepada Abdullah bin Umar, ketika mereka berdua bertakziah kepada Utsman bin ‘Affan yang saat itu salah satu putrinya meninggal dunia. Abdullah bin ‘Abbas berkata “Allah-lah yang membuat orang tertawa atau menangis (yakni bahwa tangisan atas kematian seorang anggota keluarga adalah wajar dan sesuai watak manusia. Karena itu tidak berdosa apabila melakukannya)”.

Dari berbagai jawaban pendapat dari atas pelarangan dalam meratapi keadaan seorang mayit yang disampaikan oleh Umar bin Khattab, dan boleh-boleh saja atas jawaban dari Aisyar ra, dan juga Abdullah bin ‘Abbas, menghasilkan sebuah pendapat yang paling aman dalam menyikapi menangisi mayit dengan ungkapan “orang mati disiksa karena tangisan keluarganya” adalah bahwa “ia (mayit) akan merasa tersika atau tersakiti” atas tangisan dari keluarganya tersebut, dan bukan “disiksa oleh Allah

Demikian kiranya tulisan ini dibuat, teriring do’a bagi para korban Sriwijaya Air SJ 182 yang belum lama telah mengalami musibah kecelakaan, semoga Allah bantu para relawan dalam menemukan jenazah para korban, dan para korban diberikan tempat yang layak di sisi-Nya. Serta bagi pihak keluarga yang ditinggalkan, semoga diberikan kesabaran dan ketabahan oleh Allah SWT. 


Referensi: Muhammad Ghozali, Studi Kritis Atas Hadis Nabi SAW., ANTARA PEMAHAMAN TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL (Terj. Muhammad Al Baqir). 

Oleh: Imam Ghozali (Mahasiswa UIN Walisongo Semarang) 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama