EKSPLOITASI ALAM: PERBUATAN MUSYRIK YANG HARUS DIKENALI


“Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah mencatat 185 bencana alam dan non-alam yang telah terjadi pada awal tahun 2021, dan telah menelan 140 korban jiwa.” (Berita Merdeka.com). “Apakah itu akibat ulah tangan manusia?" dan “Termasuk dalam golongan apakah orang tersebut?”

Alam adalah salah satu ciptaan Tuhan yang banyak manfaatnya bagi kehidupan manusia. Terlebih alam yang secara langsung berdampingan dengan manusia itu sendiri, yaitu bumi. Alam yang indah akan nikmat untuk dipandang. Alam yang sehat akan membawa kemanfaatan bagi manusia. Alam yang dirawat dan dijaga akan dapat dinikmati oleh generasi manusia berikutnya.

Dua elemen yang penting dalam eco-healing adalah agama dan spiritualitas. Terlebih peran dari keduanya dalam membangun kesadaran terhadap lingkungan sekitar. Mengutip perkataan Lester R Brown, “Bahwa dalam menanggulangi isu kerusakan agama yang berperan penting di sini. Oleh sebab itu, perlu adanya kekuatan yang saling mendukung antara agama, pelaku industri, serta akademisi yang di sini berperan sebagai pembuat aturan dalam beretika lingkungan.”

Menurut Ibnu Arabi, Tuhan memperlihatkan cintanya terhadap makhluknya yaitu dengan penciptaan alam. Sebab, bukti bahwa adanya Tuhan yaitu dengan adanya alam ini atau dengan kata lain Tuhan “menampakkan” diri-Nya kepada makhluk ciptaan-Nya. Sehingga, bagi manusia yang mencintai alam dapat berarti mencintai Tuhan dan begitupun sebaliknya.

Sikap santun dan bersahabat kepada alam (eco-friendly) sebaiknya diterapkan oleh manusia. Dengan begitu, bila manusia dapat bersahabat, maka mereka juga akan memahami dan akan menumbuhkan rasa ingin merawat, serta menjaga alam sebagai ciptaan-Nya. Sebab, sikap saling memahami dan mencintai terhadap sesama makhluk ciptaan-Nya adalah rasa ketaatan makhluk terhadap Tuhannya.

Baca Juga: Mengenal Lebih Dalam Mengenai Profil Quraish Shihab

Satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan salah satunya adalah keberadaan alam serta isinya. Keduanya saling berkaitan dan saling melengkapi satu sama lain. Keberlangsungan hidup keduanya bagaikan ekosistem, di mana jika ada salah satu yang kehilangan unsurnya maka tidak akan berjalan dengan baik atau dapat dikatakan ekosistemnya hancur dan akan menyebabkan satu per satu unsurnya akan hancur atau hilang. Oleh sebab itu, perlu adanya hubungan yang harmonis antara unsur yang satu dengan unsur yang lainnya. Contohnya adalah hubungan antara manusia dengan alam semesta.

Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna perlu memberikan perhatiannya dengan alam sekitar, tidak hanya dengan sesama manusia saja, karena alam semesta juga makhluk ciptaan-Nya. Adanya laut, air, gunung, dan tumbuh-tumbuhan serta yang lainnya perlu juga dihormati dengan cara dijaga dan dirawat kelestariannya. Sebab jika terjadi kerusakan alam manusia akan mendapatkan dampaknya.

Kerusakan alam salah satunya yaitu melakukan eksploitas alam. Manusia yang tidak ingat akan Tuhan yang telah menciptakannya akan berbuat semaunya sendiri dalam kehidupan di dunia. Hidup berdampingan dengan alam bukan membawanya semakin ingat dan bersyukur, namun malah membawanya terjerumus dalam perbuatan kemusyrikan, dengan mengeksploitasi alam tersebut.

Eksploitasi terhadap alam akan menyebabkan bencana yang akan diterima atau dirasakan oleh manusia tersebut. Jadi, bencana alam itu berupa banjir, tanah longsor, gempa bumi, dan lain-lain. Semua bencana tersebut merusak tatanan hidup manusia, ekosistem serta dapat mengancam kemaslahatan makhluk hidup, salah satunya yaitu manusia itu sendiri.

Allah mencirikan perusakan lingkungan sebagai sifat orang yang musrik. Mereka berpaling terhadap Allah kemudian mereka berbuat kerusakan di bumi dengan seenaknya sendiri. 

Allah berfirman dalam QS. Ar-Rum ayat 41

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."

Kata ظَهَر  berarti telah terjadi sesuatu di permukaan bumi. Hal ini menjadikan sesuatu tersebut nampak jelas dan terang. Kata الْفَسَا دُ  bermakna segala sesuatu yang mengarah pada keburukan. Al-Biq menjelaskan fasad sebagai berkurangnya segala sesuatu yang bermanfaat bagi makhluk hidup. Menurut Al-Baghawi dan Al-Khazi, fasad merupakan sedikitnya tanaman dan kekurangan hujan.

Baca Juga: Mengambil Hikmah dari Sifat Anjing

An-Nasafi berkata “Bahwa makna fasad yaitu dicontohkan dengan minimnya hujan, terjadinya paceklik, terjadinya kematian, kebakaran serta tenggelam dan dicabutnya keberkahan segala sesuatu.” Sedangkan menurut Al-Ashfahani kata fasad berarti keluarnya sesuatu dari keseimbangan, baik itu sedikit maupun banyak, baik jasmani ataupun rohani maupun hal lainnya.

Sejalan dengan M. Quraish Shihab, Hasbi As-Shidieqy mengatakan, “Saat manusia belum mencapai titik ketamakan terhadap harta dan belum musrik terhadap kemewahan dunia, maka dunia ini akan penuh dengan kebajikan, ketentraman dan keamanan.” Pada awalnya manusia hidup dengan kebahagiaan, sampai pada akhirnya manusia menciptakan rasa dengki dan tamak dalam dirinya, sehingga Allah mengutus para nabi untuk memberikan keterangan, baik peringatan maupun larangan pada manusia.

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa, pentingnya kesadaran manusia untuk menjaga alam semesta agar tidak terjadi bencana seperti yang telah disebutkan di atas, kita harus menjaga dan merawatnya deangan seksama. Pada dasarnya Allah menciptakan alam dengan segala isinya, baik lautan, daratan, flora, fauna dan angkasa raya. Itu semua merupakan demi kepentingan umat manusia. Alam dimanfaatkan dengan seperlunya, bukan diambil dengan seenaknya.

Wallahu a’lam…

Oleh : Azizatul Hikmah (Mahasiswi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir UIN Walisongo Semarang)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama