Quraish Shihab merupakan seorang cendekiawan muslim yang
terlahir dari keluarga agamis. Ia dilahirkan pada tanggal 16 Februari 1944 di
Rappang, Sulawesi Selatan. Ketika menginjak usia 14 tahun, ia dikirim ke
Kairo,Mesir dan melanjutkan jenjang pendidikan tingkat menengah di sana.
Setelah itu, beliau menruskan kuliahnya di Universitas Al-Azhar dengan jurusan
Tafsir Hadits. Dua tahun berlalu, pada tahun 1969, Quraish Shihab meraih gelar
Magister of Art (M.A) dengan spesifikasi jurusan yang sama.
Ketika kembali ke Indonesia, Quraish Shihab mengabdikan
dirinya di IAIN Alauddin yang terletak di Makassar. Namun sekitar tahun 1970,
ia kembali lagi ke Mesir untuk mendapatkan gelar Ph.D. Dengan kecakapannya
dalam bidang tafsir Quran, beliau mendapat penghargaan dari Popular Indonesian
Literature of the Quran. Sepanjang perjalanan karirnya, ia pernah menjabat
sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (1992-1998), Menteri Agama
(1998), Dubes Indonesia di Mesir (1999-2002).
Dari kecerdasan Quraish Shihab yang luar biasa, ia mampu
membuat banyak karya. DI antara karya-karya tersebut ialah Wawasan al-Quran
(1996), Membumikan Al-Quran (1992), Tafsir
Al-Quran al-Karim (1997), Islam yang Disalahpahami (2018), Kaidah Tafsir
(2013), Logika Agama (2017), Mu’jizat Al-Quran (1997), Tafsir Al-Misbah
(2000). Di samping karya-karya itu, masih banyak karya yang beliau tuangkan
baik dalam bentuk buku, jurnal, maupun makalah. Namun karya beliau yang paling
membumi dan fonumenal ialah karya tafsir Al-Misbah.
Mayoritas mufassir menulis tafsir al-Quran dalam bahasa Arab, yang menyebabkan pembacanya harus paham mengenai kaidah Bahasa Arab. Sementara itu, Quraish Shihab merasakan adanya keingintahuan masyarakat Indonesia mengenai penafsiran al-Quran namun terhalang oleh kemampuan berbahasa Arab. Sebagai seorang mufassir, ia terpanggil untuk memenuhi hasrat keingintahuan masyarakat Indonesia mengenai tafsir hingga pada akhirnya dibuatlah tafsir Al-Misbah. Dinamakan Al-Misbah karena harapannya bisa menjadi penunjuk jalan kebenaran bagi para pembacanya. Tafsir ini ditulis dengan bahasa Indonesia agar masyarakat Indonesia mampu memahamainya dengan lebih mudah.
Baca juga: Mengambil Hikmah dari Sifat Anjing
Sumber rujukan Tafsir Al-Misbah banyak merujuk pada tafsir-tafsir sebelumnya. Selain itu, Quraish Shihab juga berkaca pada tafsir Sunni, Mu’tazilah, Syiah, maupun beberapa madzhab lainnya. Dalam penulisannya, ia memperhatikan keadaan sosio dan kultur masyarakat. Oleh sebab itu, penafsiran Al-Misbah lebih mengandalkan sumber penafsiran bil ra’yi daripada bil ma’tsur.
Terlepas dari sumber penafsiran, tafsir Al-Misbah juga memiliki metode penafsiran. Metode yang digunakan adalah metode tahlily yang mana menafsirkan dengan cara menganalisa seluruh aspek yang ada dalam ayat. Hal ini sekaligus menjelaskan susunan dan makna yang terkandung dengan kemahiran dan kecenderungannya dalam menafsirkan ayat. Susunan tafsir Al-Misbah dimulai dari QS Al-Fatihah hingga
An-Nas berdasarkan sumber mushaf Utsmani. Penjelasan tafsirnya dibarengi dengan
analisa dari segi bahasa, asbab an-nuzul, munasabah ayat, dan juga
keselarasannya dari aspek-aspek itu. Oleh sebab itu, dengan penggunaan analisa
tersebut, Tafsir Al-Misbah dikategorikan menggunakan metode penafsiran Tahlily.
Terdapat dua corak utama tafsir
Al-Misbah, yaitu budaya masyarakat (adabi al-ijtima’i) dan bahasa (lughowi).
Pembahasan setiap surat di dalamnya diawali dengan perumusan tujuan ataupun
tema surat, yang merupakan ciri dari corak adabi al-ijtima’I. Corak
tersebut menitikberatkan pada pemaparan makna ayat-ayat terkait sisi al-Quran sebagai
hidayah yang akan mengarah kepada ilahiyyah yang dapat mengatur sisi
kemasyarakatan. Setelah itu, penjelasannya akan bertitik pada tema dan tujuan yang
telah ditentukan.
Untuk memudahkan pembaca dalam memahami makna atau tujuan
surah, Quraish Shihab melakukan pengelompokan ayat-ayat al-Quran pada tiap-
tiap surah. Pengelompokkan ini menununjukkan tema pokok surat dan sub-tema
(tiap kelompok ayat) dan juga memperlihatkan keserasian antar kata dan antar
ayat. Pengelompokkan ayat-ayat tersebut mempermudah pembacanya menangkap
pesan-pesan yang dikandung oleh tiap-tiap ayat dan surah. Penjelasan tersebut
meliputi penamaan surah itu sendiri; seperti al-Baqarah yang dihubungkan dengan
pembunuhan yang terjadi pada Bani Israil, serta penyembelihan seekor sapi untuk
menentukan pembunuhnya; pengelompokan ke dalam surah Makkiyah atau Madaniyah;
jumlah ayat; nama lain dari surah tersebut; serta penjelasan tentang tema pokok
surah.
Di samping budaya masyarakat,
penyajian corak bahasa yang dituangkan Quraish Shihab sangatlah bagus. Pemilihan
diksi bahasa Indonesia membuat Tafsir Al-Misbah mudah dibaca dan dipahami.
Selain itu, penjelasannya juga dibarengi dengan ilustrasi yang menjadi gambaran
keseharian serta mudah dijumpai masyarakat Muslim di Indonesia.
Baca juga: Emha Ainun Najib: Kyai Hologram
Singkat penulis, tafsir al-Misbah tergolong sebagai tafsir era modern, yang
kandungannya menitikberatkan kepada masalah-masalah sosial masa kini. Meski
demikian, tafsir Al-Misbah tetap memperhatikan makna tekstualitas ayat, bahkan
hampir setiap kata di dalam al-Quran diuraikan dengan rinci. Tafsir Al-Misbah
adalah satu-satunya tafsir Nusantara, yang di dalamnya menjelaskan kata demi
kata secara rinci dan gamblang. Tidak ada tafsir Nusantara sebelum tafsir
Al-Misbah yang menjelaskan kata per kata secara rinci dan menyeluruh.
Sebagai contoh, ketika menjelaskan makna ba yang dibaca bi
pada bismillah, Quraish tidak berhenti pada makna kamus bi yang berati
‘dengan’. Menurut Quraish, ba (atau dibaca bi) yang diterjemahkan dengan kata
dengan mengandung satu kata atau kalimat yang tidak terucapkan tetapi harus
terlintas di dalam benak ketika mengucapkan basmalah, yaitu kata “memulai”,
sehingga Bismillah berarti “Saya atau Kami memulai apa yang kami kerjakan ini (membaca
ayat al-Quran) dengan nama Allah.