Bulan suci Ramadhan adalah bulan yang penuh kemuliaan, di mana amal ibadah dilipatgandakan pahalanya. Selain itu, pada bulan ini pintu maghfirah dibuka selebar-lebarnya sekaligus sebagai ajang untuk melatih diri untuk meningkatkan kualitas ibadah kita. Salah satu keistimewaan Ramadhan adalah adanya malam yang sangat spesial yaitu lailatul qadar. Lailatul qadar adalah malam istimewa dan luar biasa yang mana lebih baik daripada seribu bulan. Lalu siapakah yang dapat meraihnya? dan bagaimana caranya?
Ada banyak sekali sumber yang menjelaskan kapan waktu turunnya lailatul qadar. Al-Ghazali memberikan kaidah perhitungan lailatul qadar dalam kitab I’anatut Thalibin. Gambaran tersebut hanyalah satu di antara sekian banyak versi dari para ulama’ mengenai kapan jatuhnya lailatul qadar. Tabel di bawah ini akan menjelaskan secara sekilas terkait gambaran perhitungan Al-Ghazali:
Awal jatuhnya
Ramadhan |
Munculnya lailatul
qadar |
Ahad/Rabu |
Malam ke-29 |
Senin |
Malam ke-21 |
Selasa/Jumat |
Malam ke-27 |
Kamis |
Malam ke-25 |
Sabtu |
Malam ke-23 |
Ibnu Hajar Al-Asqalani juga menjelaskan bahwa lailatul qadar terjadi pada tanggal-tanggal ganjil di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, “Rasulullah SAW beriktikaf pada sepuluh hari terkhir bulan Ramadhan dan beliau bersabda: Carilah malam lailatul qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan.”
Dalam munadhoroh HMJ IAT kedua, Ustadz Yosep Komarawandhana selaku pemateri menafsirkan bahwa ganjil di atas bermakna ganjal. Ganjal di sini berarti sesuatu yang tidak umum dan luar biasa, tidak berpatok pada bilangan ganjil atau genap. Semuanya bisa terlihat dengan adanya tanda-tanda malam lailatul qadar yang tidak umum dan luar biasa.
Rasulullah memberikan tanda-tanda mengenai turunnya lailatul qadar dalam haditsnya: “Malam lailatul qadar adalah malam yang cerah (terang), tidak dingin, tidak panas, tidak berawan, tidak hujan, tidak berangin, dan tidak dilempar bintang-bintang. Tanda lainnya yaitu pada pagi harinya matahari terbit bersinar (hanya terang putih tetapi tidak panas).” (HR. Ath-Thabari). Hadits tersebut menjelaskan ciri-cirinya namun tidak bisa dijadikan patokan karena iklim di setiap daerah berbeda-beda.
Lalu, siapakah orang-orang yang akan mendapatkan keutamaan ibadah yang pahalanya seperti melakukannya 1000 bulan? Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Ustadz Yoseph, barometer orang yang dapat meraih lailatul qadar adalah orang yang dapat meneladani sifat Rasulullah. Ketika Allah menetapkan Nabi Muhammad sebagai orang pertama yang mendapatkan lailatul qadar, maka cara kita untuk bisa meraihnya adalah dengan meneladani perilaku beliau sebagai manusia yang dianugerahi malam istimewa oleh Allah.
Lailatul qadar bukanlah undian maupun lotre yang acak diberikan kepada siapapun. Namun malam tersebut diberikan kepada orang yang mampu meneladani kehidupan Raulullah SAW, seperti melaksanakan qiyamul lail, tadarrus, dan beramal baik setiap hari bukan hanya ketika Ramadhan saja. Di dalam al-Quran dijelaskan mengenai kriteria orang yang dapat meraih lailatul qadar dengan mengikuti suri tauladan Rasulullah. Hal ini dijelaskan dalam QS Al-Fath: 29, dengan rincian kriteria sebagai berikut:
1. شداء على الكفار artinya keras terhadap orang-orang kafir sebagai opsi dakwah yang paling akhir.
2. رحماء بينهم artinya memiliki sifat kasih sayang, lemah lembut, sopan, dan sabar.
3. تراهم ركعا سجدا artinya rajin beribadah, namun bukan hanya ibadahnya yang dijadikan tolok ukur, namun juga perangai seseorang.
Singkat penulis, implikasi dari lailatul qadar dalam kehidupan sehari-hari adalah halyang paling penting. Kita bukan hanya sholeh ketika bulan Ramadhan saja, namun diupayakan untuk terus berlanjut pada bulan-bulan setelahnya. Bulan Ramadhan hanyalah ajang latihan yang mana penilaian akhir terletak pada ke-istiqomah-an di bulan-bulan selanjutnya, apakah Ramadhan terebut memberikan dampak pada konsistensi beribadah atau tidak.
(Disusun oleh Atikatur Rahmah, Divisi Keilmuan dan Riset HMJ Ilmu Al-Quran dan Tafsir UIN Walisongo Semarang pada Munadharah yang dinarasumberi oleh Ustadz H. Yosep Komarawandhana, M.M.”. Pada : Sabtu, 1 Mei 2021, Via Online:“Google Meet”)
Labels:
Event