hmjiatwalisongo (27/05/21) - Pada kegiatan halalbihalal keluarga besar Ilmu Al-Quran dan Tafsir (IAT) UIN Walisongo Semarang yang dilaksanakan dua hari lalu, Abah Muhayya memberikan wejangan kepada partisipan. Mayoritas partisipan kegiatan ini adalah alumni, mahasiswa, dan calon mahasiswa IAT. Setidaknya terdapat tiga pokok pembahasan mauidhoh hasanah yang beliau angkat seperti mengenai prodi IAT, esensi halalbihalal, dan kaitannya dengan tradisi Nusantara.
Menjadi Mahasiswa IAT
Abah Muhayya berpesan kepada seluruh mahasiswa IAT agar mahasiswa yang masuk Prodi Ilmu al-Quran dan Tafsir harus lebih banyak bersyukur, karena prodi ini adalah tempat yang baik 'indallahh (di sisi Allah). Terlebih secara historis, pendirian Prodi IAT didasarkan atas spirit ihya' ulum ad-din (menghidupkan ilmu-ilmu agama). Maka dari itu, Abah berpesan kepada para partisipan untuk selalu semangat dan bersungguh-sungguh dalam menimba ilmu. Hal ini disertai dengan rasa syukur yang kuat dan i'tikad atau keyakinan yang mantap. Abah menjelaskan dengan mengutip salah satu nadzam dari kitab al 'Imrithi, yaitu:
إِذِ الْفَتَى حَسْبَ اعْتِقَادِهِ رُفِعْ # وَكُلُّ مَنْ لَمْ يَعْتَقِدْ لَم يَنْتَفِعْ
Artinya : "Karena derajat seorang pemuda diukur dari keyakinannya, dan bagi siapapun yang tidak yakin, maka tidak akan bisa mengambil manfaat."
Pesan Abah Muhaya, tidak perlu terlalu memikirkan "besok jadi apa?" Yang diperlukan adalah tekun dalam menjalani proses pembelajaran. Masalah besok jadi apa, yakinlah bahwa Allah tidak akan menelantarkan hamba yang berkhidmah meneruskan dan memperjuangkan agama-Nya. Dengan rasa ikhlas dan ghirah (semangat) yang kuat, insya Allah akan menjadikan seseorang nafi' fi al-din wa dunia wa akhirah (bermanfaat di agama, dunia, dan akhirat).
Meneruskan tausiahnya, Abah Muhayya menjelaskan bahwa ayat-ayat al-Quran yang mengandung 4 lapis makna : (dzahir, bathin, hadd, dan mathla') harus didalami secara serius. Menurut Jalal ad-Din as-Suyuti : “Dzahir adalah makna lahir/luar. “Bathin” adalah yang samar bagaikan ruh suci yang tersembunyi. "Hadd" adalah pembatas, jembatan yang mengantarkan makna lahir ke makna batin. "Mathla’" adalah makna yang mengantarkan kepada pengetahuan tentang hakikat sesuatu. Ketika seseorang memasuki prodi Ilmu al-Quran dan Tafsir, maka orang tersebut diibaratkan masuk dalam lautan ilmu. Sehingga harus memiliki bekal yang kuat dalam mempelajari dan mengarunginya, termasuk di antaranya adalah ilmu alat Bahasa Arab. "Ini semua mengantisipasi mahasiswa yang bukannya jadi ahli tafsir seperti Jalalain, malah jadi ahli tafsir JALAN LAIN, canda beliau.
Di akhir mauidzah, Abah Muhayya lagi-lagi menyampaikan pesan kepada partisipan agar selalu semangat menimba ilmu di prodi IAT. Hal ini mengingatkan penulis kepada suatu maqolah yang menyatakan "man jadda wajada" (Barangsiapa bersungguh-sungguh, maka dia akan mendapatkan hal yang ia sungguhi). Beliau berpesan "Ketika kita ingin bisa, maka tidak perlu takut salah dalam belajar. Di era kompetensi ini, sangat diperlukan adanya pengembangan kualitas, bukan hanya sekedar mengikuti formalitas! Insyaallah menjadi berkah dan tidak akan susah".
Esensi Halal Bi Halal
Halalbihalal merupakan tradisi ulama Nusantara terdahulu yang bersifat 'alim sekaligus 'arif. Sangat beda dengan ulama sekarang yang hanya hafal satu dua hadits tapi langsung bicara "Kullu bid'atin dlolalah, wa kullu dhalalah fin narrr, fin narrr, fin narrr....".
Kenapa Halalbihalal atau maaf-maafan dilaksanakan pada bulan Syawal? Hal ini karena kesalahan manusia itu terbagi menjadi dua, yaitu : Kesalahan terhadap Allah dan kesalahan terhadap sesama manusia. Pertama, setidaknya kesalahan dapat mudah ditebus di bulan Ramadhan dengan tekun beribadah dan ikhlas mengharapkan ridha dari-Nya. Nabi SAW bersabda :
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya : “Siapa saja yang berpuasa Ramadhan dengan dasar iman, dan berharap pahala dan ridha Allah, maka dosanya yang telah lalu pasti diampuni.” HR. Bukhari dan Muslim.
Adapun kesalahan terhadap manusia merupakan kesalahan yang bisa dikatakan agak sulit dibanding kesalahan terhadap Allah yang bersifat Ghafur (Maha Pengampun). Suatu kesalahan yang bisa menjadi persoalan di akhirat kelak. Nabi SAW bersabda :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ ؟ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ. فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِى يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِى قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِى النَّارِ
Artinya : Dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Rasulullah SAW bertanya : “Tahukah kalian siapakah orang orang yang bangkrut itu?” Para sahabat RA menjawab “Orang yang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta.” Rasulullah bersabda “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang pada hari kiamat datang membawa pahala sholat, puasa, dan zakat, namun dia juga membawa dosa mencaci maki orang lain, menuduh zina tanpa bukti, memakan harta, membunuh, dan memukul orang lain. Karena itu, sebagian pahala amal kebajikannya diberikan kepada mereka. Jika pahala kebajikannya sudah habis, sedangkan belum selesai urusannya maka dosa orang yang dianiaya diberikan kepadanya. Kemudian dia dicampakkan ke dalam neraka.” HR. Muslim.
Menyoal Tradisi Ulama
Para ulama' mengerti bahwa permasalahan terhadap sesama manusia adalah hal yang serius dan harus diperhatikan. Maka darinya, diadakanlah halalbihalal di hari raya Idul Fitri atau bulan Syawal. Salah satu keistimewaan tersendiri dari tradisi Idul Fitri di Indonesia adalah ucapan "Minal 'aidin wal faizin, mohon maaf lahir dan batin". Kalimat Arab yang berarti (Semoga kita semua termasuk orang-orang yang kembali ke fitrah dan meraih kemenangan) merupakan doa perang.
Lalu apa hubungan doa perang dengan dengan hari raya Idul Fitri atau Syawal? Pada bulan Syawal kita harus meningkatkan perjuangan dalam mengalahkan hawa nafsu dan syahwat (bukan hanya di bulan Ramadhan saja). Setelah bulan Ramadhan, Syayatin dan Iblis akan balas dendam dan berjanji untuk menyesatkan manusia melalui hawa nafsu dan syahwatnya. Inilah perang yang kita lakukan, diharapkan kita tetap dapat kembali dalam keadaan fitrah (suci) dan tentunya meraih kemenangan, aamiin.
Oleh: Sulthon Hidayat Al-Fadani (Mahasiswa UIN Walisongo Semarang/HMJ IAT Divisi Keilmuan)