Al-Qurthubi dan Kitabnya: Al-Jami' li Ahkam Al-Qur’an

Terdapat sederet ulama dari Eropa yang berpengaruh besar terhadap kemajuan Islam. Salah satu di antaranya adalah Imam Al-Qurthubi dengan nama lengkap Abu Abdullah Muhammad ibn Ahmad ibn Abu Bakr ibn Farh Al-Anshari Al-Khazraji Al-Andalusi Al-Qurthubi. Al-Qurthubi terkenal sebagai sosok yang zuhud dan mahir dalam dunia fiqih dan tafsir. Banyak karya yang telah ia ciptakan, di antaranya: Al-Jami li Ahkam al-Quran, Al-Asna fi Sharh Asma’ Allah al-Husna wa Sifatih, Qam’ al-Harsh bi al-Zuhd wa al-Qanaah wa Radd Dzalik al-Su’al bi al-Kutub wa al-Syafa’ah, At-Tidzkar fi Afdal al-Akhirah, dan masih banyak lagi.

Dari karya-karya di atas, karya yang paling fenomenal Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an wa al-Mubayyin lima Tadlammanah min al-Sunnah atau yang biasa disebut Tafsir Al-Qurthubi. Dari judul tersebut bisa dilihat bahwasanya isi dari kitab itu berupa kumpulan hukum-hukum di dalam al-Qur’an dan penafsiran atas kandungan ayat yang juga didasari atas Sunnah. Pembahasan terkait hukum menyangkut tentang qiraat, I’rab, nahwu, balaghah, nasikh, mansukh, dan lain-lain.

Dalam muqaddimah kitab Al-Qurthubi, ia menjelaskan terkait tata cara dalam memperlakukan al-Quran. Selain itu juga menjelaskan tentang bab yang berkaitan dengan ulum al-Qur’an. Pertama, dalam muqaddimah membahas tentang keutamaan al-Qur’an, keutamaan belajar dan mengamalkannya, cara membaca al-Qur’an, perintah menjauhi riya’, etika dalam menghormati al-Qur’an, penjelasan tentang tujuh huruf, sejarah kodifikasi al-Qur’an, dan masih banyak lagi.

Sebelum menjelaskan tentang penafsiran al-Quran, Al-Qurthubi membuat satu bab yang berkaitan tentang masalah basmalah dan isti’adah. Pemisahan basmalah membuat Al-Qurthubi menjadi salah satu ulama yang menyatakan bahwa basmalah bukan termasuk dari al-Fatihah. Setelah muqaddimah, Al-Qurthubi lalu menafsirkan al-Qur’an sesuai urutan surat beserta ayat yang terdapat dalam mushaf (tahlili). Ia menafsirkan satu atau lebih ayat dalam suatu pembahasan dan menjabarkan masalah-masalah yang berkaitan dengan pembahasan.

Baca juga: Mufasir Al-Qur'an dari Jepang

Terdapat beberapa langkah dalam sistematika penulisan Tafsir Al-Qurthubi. Pertama, menjelaskan keutamaan surat yang dibahas. Kedua, menyebutkan asbab al-nuzul turunnya ayat. Ketiga, mengaitkan ayat satu dengan ayat lainnya yang memiliki kesamaan tema dan hadis yang berkaitan dengan memberi sumber dalil. Keempat, mengupas dari sisi bahasa dengan syair Arab sebagai rujukannya. Kelima, mengutip pandangan ulama yang berkaitan tentang hukum dengan menyertakan sumbernya. Keenam, melakukan diskusi terkait pendapat ulama dengan para ahli dan kemudian mentarjihnya.

Dalam sumber penafsiran, Al-Qurthubi menggunakan metode bil iqtirani, yaitu sebuah metode yang menggabungkan penafsiran bil ra’yi dan bil ma’tsur. Al-Qurthubi dalam menafsirkan menyebutkan ayat lain dan hadis yang berkaitan dengan tema pembahasan. Selain itu ia juga mengambil pendapat para tokoh seperti sahabat, tabi’in, dan para mufasir lainnya. Banyak kitab yang menjadi rujukan Al-Qurthubi, di antaranya: Al-Muharrar al-Wajiz karya Ibn Athiyah, Asbab an-Nuzul karya al-Wahidi, Ahkam al-Qur’an dan al-Qabas Sharh al-Muwaththa’ karya Abu Bakr ibn Arabi, Al-Ma’unah karya Abdul Wahhab al-Baghdadi, Kutub at-Tis’ah, Ma’anil Qur’an karya Yahya ibn Ziyad, dan rujukan-rujukan lainnya.

Segala sesuatu memiliki kelebihan dan kekurangan, begitu pula dengan Tafsir Al-Qurthubi. Terkait kelebihannya, Al-Qurthubi tidak fanatik terhadap madzhab. Misalnya dalam QS Al-Baqarah: 43, ia menafsirkan bahwa anak kecil bisa menjadi imam shalat dengan syarat memiliki bacaan yang fasih. Hal ini berbeda pandangan dengan madzhab yang ia anut yaitu madzhab Maliki. Dalam penafsirannya, ia objektif dalam menyampaikan penafsiran hukum suatu ayat disertai pengkajian yang luas. Selain itu, ia sangat memperhatikan segala aspek terkait ilmu tafsir, seperti qiraat, i'rab, nahwu, sharaf, nasikh maupun mansukh. 

Baca juga: Ibnu Katsir dan Kiprahnya dalam Dunia Penafsiran

Sedangkan dari segi kekurangannya, Tafsir Al-Qurthubi terkadang membahas cerita isra'iliyat dan hal-hal yang kurang relevan dengan ayat. Salah satu contohnya yaitu ketika menafsirkan QS Al-Baqarah: 36, Al-Qurthubi menjelaskan terkait hukum dalam membunuh ular. Di situ pula ia menceritakan kisah isra'iliyat tentang penghianatan seekor ular yang menjadi pembantu Nabi Adam. Terkadang Al-Qurthubi juga menyandarkan sebuah argumen bukan kepada sumbernya. Misalnya dalam menisbatkan argumen Ibnu Zaid yang seharusnya merupakan pendapat Ibnu Athiyah. Dalam tafsirnya, ia juga pernah salah dalam menisbatkan hadis pada perawi. Misalnya dalam mengutip hadis Shahih Muslim, ia menulis jalur periwayatan melalui Abdullah ibn Mas'ud yang seharusnya melalui jalur Abu Hurairah.

Wallahu a'lamu bisshowab.


Oleh: Gita Nurul Faradina (Mahasiswa Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir UIN Walisongo Semarang)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama