Imad ad-Din Abu al-Fida Ismail ibn Amar ibn Katsir Ibn Zara’ al-Bushra al-Dimasiqy atau yang biasa dikenal dengan Ibnu Katsir, adalah salah seorang mufassir yang bukan hanya unggul dalam bidang tafsir al-Qur'an, melainkan juga unggul dalam ilmu hadits, sejarah bahkan ilmu fiqih. Ia lahir di Desa Mijdal dalam wilayah Bushra (Basrah) pada tahun 700 H/ 1301 M dan meninggal 18 Februari 1373, di Damaskus, Suriah. Oleh karena itu, ia mendapat predikat “al-Bushrawi’’ (orang Basrah).
Anak dari “Sang Khatib” Shihab ad-Din Abu Hafsh Amar Ibnu Katsir Ibn Dhaw Ibn Zara’ al- Quraisyi, merupakan seorang ulama terkemuka pada masanya, bermazhab Syafi’i dan pernah mendalami mazhab Hanafi. Sang Khatib meninggal kala Ibnu Katsir masih kanak-kanak. Kemudian ia tinggal bersama kakaknya (Kamal ad-Din Abd Wahhab) dari desanya ke Damaskus.
Awal pendidikan Ibnu Katsir diasuh oleh Syekh Abdul Wahab. Kemudian dikirim ke Kota Damaskus untuk memperdalam ilmu agama, dan belajar ilmu fiqih Syafi'i kepada Syekh Burhanuddin Ibrahim bin Abdurahman al-Farazy. Pada usia 11 tahun Ibnu Katsir menyelesaikan hafalan al-Qur’an, kemudian dilanjutkan memperdalam ilmu qiraat, dan ilmu tafsir dari Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Berkat kegigihannya, akhirnya ia menjadi seorang ahli tafsir, ahli hadits, sejarawan serta ahli fiqh besar pada abad ke-8 H. Sehingga ia mendapat julukan al-Hafizh, al-Hujjah, al-Muarrikh dan al-Faqih. Diantara julukan tersebut, al-Hafidzh merupakan gelar yang paling sering disandangkan kepada Ibnu Katsir.
Ibnu Katsir memiliki kontribusi besar dalam kemajuan Islam, dibuktikan dengan banyaknya literatur keilmuan Islam yang telah ia ciptakan. Beberapa di antara karyanya yaitu Tafsir Al-Quran Al-Adzim, Al-Bidayah wa Al-Nihayah, Al-Jami' Al-Masanid, Raddul Huda wa Al-Sunan fi Ahadits Al-Masanid wa As-sunan, Al-Baits Al-Hatsis Syarh Ikhtisar 'Ulum Al-Hadits, Al-Sirah Nabawiyah, Jam'i Al-Sunan wa Al-Masanid, Musnad Al-Syaikhain, dll.
Tafsir Al-Quran Al-Adzhim atau yang biasa disebut Tafsir Ibnu Katsir merupakan sebuah kitab yang fenomenal di kalangan tafsir dengan corak bil ma'tsur. Kitab ini dicetak bersamaan dengan dicetaknya kitab Tafsir Baghawi. Hal yang paling istimewa dari Tafsir Ibnu Katsir ialah bahwa Ibnu Katsir telah tuntas atau telah menyelesaikan penulisan tafsirnya hingga keseluruhan ayat yang ada dalam al-Qur’an, dibanding mufassir lain Sayyid Muhammad Rasyid Ridha yang berjudul Tafsir al-Qur’an al Hakim (Tafsir Al-Manar) yang mana hasil kerjasama dengan gurunya Syekh Muhammad Abduh, akan tetapi sangat disayangkan ia tidak sempat menyelesaikan tafsirnya.
Pada muqaddimahnya, al-Hafidz telah menjelaskan tentang cara penafsiran yang paling baik atau prinsip-prinsip penafsiran secara umum yang disertai dengan alasan jelas yang ditempuh dalam penulisan tafsirnya. Apa yang disampaikan al-Hafidz dalam muqadimahnya sangat prinsipil dan lugas dalam kaitannya dengan tafsir al-ma’tsur dan penafsiran secara umum. Penulisan muqaddimah mayoritas didominasi oleh tutur gurunya, yaitu Ibnu Taimiyah dalam kitab Ushul Tafsir.
Walaupun tafsir bil al ma’tsur mempunyai kedudukan yang tinggi, bukan berarti terlepas dari kelemahan, adapun kelemahan dari tafsir bil al ma’tsur itu ialah bercampuraduknya riwayat yang shahih dengan yang tidak shahih terutama informasi yang disandarkan kepada sahabat dan tabi'in tanpa memiliki sanad yang valid sehingga membuka peluang bercampur antara yang hak dan yang batil.
Sistematika dari Tafsir Ibnu Katsir
Adapun sistematika yang ditempuh al-Hafidz dalam tafsirnya, yaitu menafsirkan seluruh ayat-ayat al-Qur’an yang sesuai dengan susunannya dalam al-Qur’an, ayat demi ayat, surat demi surat, dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas. Dengan demikian, secara sistematika tafsir ini berbentuk tafsir tartib mushafi.
Dalam penafsirannya, al-Hafidz menyajikan sekelompok ayat yang berurutan, serta berhubungan dalam tema kecil. Penafsiran ayat ini membawa pemahaman adanya munasabah antar al-Qur’an (tafsir al-Qur’an bi al-Qur’an). Al-Hafidz dalam penjelasannya juga menuturkan kaidah-kaidah linguistik, 'irab, nahwu, atau tujuan aspek balaghah, maka hal itu sangat membantu pembaca dalam memahami ayat.
Dalam penafsirannya ia lebih menitikberatkan pada aspek jihad karena merupakan salah satu karakteristik tafsirnya. Ketika menafsirkan ayat-ayat al-Quran, metode penafsiran Ibnu Katsir yang digunakan adalah metode tahlily. Metode atau manhaj tahlily adalah suatu metode tafsir yang menjelaskan kandungan al-Qur’an dari seluruh aspeknya. Apabila dalam melakukan penafsirannya ia tidak dapat menemukan rinciannya dalam al-Qur'an, maka akan mencarinya dalam as-Sunnah yang mana penjelas bagi al-Qur'an yang berasal dari Rasulullah SAW.
Ketika ia Menjumpai ayat yang umum ('am), maka ia akan mencari ayat-ayat mampu untuk mengkhususkan ayat (khas). Hal ini berlaku pula untuk ayat yang mutlaq, maka akan dicari ayat muqayyad. Ia juga menggunakan pendekatan tekstual yang tidak langsung mengarah pada kondisi sosio-kultural. Kendati demikian, jika menemukan sebuah ikhtilaf (perbedaan) pandangan ulama, ia akan membahasnya dan memberi keterangan tentang pendapat tersebut.
Oleh: Rike Saidatur Rohmah (Mahasiswa Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir UIN Walisongo Semarang)