Kaidah-Kaidah Tafsir yang Berhubungan dengan Makki dan Madani

Kaidah tafsir merupakan aturan-aturan umum yang digunakan untuk memahami makna al-Qur'an. Memahami kaidah-kaidah tafsir al-Qur'an berarti absolut adanya, dengan mencerna isi kandungannya. Makkiyah dan Madaniyah adalah salah satu kajian dalam Ulumul Qur’an, yang mana kajian tersebut merupakan salah satu kaidah terpenting yang dipelajari untuk mempermudah dalam menafsirkan al-Qur'an. Maka dari itu, artikel kali ini akan membahas kaidah-kaidah yang berhubungan dengan tempat diturunkannya al-Qur'an (Makki dan Madani).

Secara bahasa, makki adalah sesuatu yang berhubungan dengan Kota Makkah, sedangkan madani ialah sesuatu yang berhubungan dengan Kota Madinah. Di dalam Ulumul Qur’an, yang dimaksud makki adalah ayat-ayat yang diturunkan sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Sedangkan yang dimaksud madani adalah ayat-ayat yang diturunkan sesudah Rasulullah hijrah ke Madinah. Dengan kata lain, semua ayat yang diturunkan di manapun sebelum Rasulullah hijrah adalah ayat Makkiyah. Demikian pula dengan ayat Madaniyyah, ayat yang diturunkan setelah Rasulullah hijrah.

Dalam kitab Qawa’id al-Tafsir karya Khalid ibn ‘Utsman al-Sabt, kaidah yang membahas tempat turunnya al-Qur'an dibagi menjadi dua, antara lain:

إِنَّمَا يُعْرَفُ الْمَكِيُّ وَالْمَدَنِيُّ بِنَقْلِ مَنْ شَاهَدُوْا التَّنْزِيْلَ

“Makkiyyah dan Madaniyah diketahui dengan penukilan dari riwayat orang-orang yang menyaksikan turunnya ayat”.

Imam al-Qadhi Abu Bakar dalam kitabnya al-Intishar, yang dikutip oleh Imam al-Suyuthi menyatakan bahwa pengetahuan tentang makki dan madani berdasarkan informasi para sahabat dan tabi’in, bukan bersumber dari Rasulullah SAW. Rasulullah tidak diperintahkan untuk menjelaskan perihal tersebut. Allah SWT juga tidak menjadikan ilmu tersebut sebagai kewajiban bagi umat. Oleh sebab itu, para ulama diwajibkan menguasai ilmu tentang tarikh al-nasikh dan al-mansukh.

Dari hadis Ibn Mas’ud r.a, Imam Bukhari berkata:

وَالَّذِيْ لَا إِلَهَ غَيْرُهُ, مَا نَزَلَتْ آيَةٌ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ تَعَلَى إِلَّا وَأَنَا أَعْلَمُ فِيْمَنْ نَزَلَتْ وَأَيْنَ نَزَلَتْ

“Demi Allah, tidak ada satupun dari ayat al-Qur’an kecuali saya mengetahui kepada siapa ayat itu diturunkan dan di mana diturunkan. Dan sahabat-lah yang menyaksikan kejadian sebab turunnya ayat, beserta tempatnya. Jikalau mereka memberitahukan tempat diturunkannya ayat, maka harus diterima”.

Prinsip penting dalam bab makki di sini adalah bahwa surah-surah yang jelas turun di Makkah, semua ayatnya disebut Makkiyyah. Jika ada yang mengatakan bahwa di antara ayat-ayat surah Makiyyah turun di Madinah, maka pendapat tersebut tidak dapat diterima kecuali dengan dalil yang pasti. Demikian pula sebaliknya untuk ayat Madaniyah, kecuali terdapat dalil yang mengecualikan. 

Setiap surah dapat dikategorikan sebagai surah Makkiyyah atau Madaniyyah apabila memenuhi syarat. Sebagian ulama menyebutkan syarat-syarat yang berhubungan dengan makki dan madani. Penentuan surah Makkiyyah atau Madaniyyah itu mungkin bisa diterima dan kemungkinan juga tidak. Hal ini bergantung pada penelusuran yang dilakukan secara sempurna (menyeluruh), dengan catatan ada pengecualian surah atau surah-surah tertentu. Jika pendapat mereka hanya berdasarkan pada ijtihad dan teori tanpa ada riwayat yang dinukil, maka pendapat tersebut ditolak.

Terdapat contoh yang dapat disajikan untuk melihat riwayat yang merupakan sebab nuzul. Contohnya terkait pendapat para ulama tentang QS al-A’la. Jumhur ulama menyatakan bahwa surah al-A’la adalah Makkiyyah, dan pendapat tersebut benar. Tetapi ada yang berpendapat surah ini Madaniyyah karena di dalamnya adanya makna salat ‘id dan zakat fitrah ayat 14-15 dari QS al-A’la. Pendapat itu tidak bisa diterima karena banyak ayat al-Qur’an yang turun sebelum penetapan hukumnya.

Contoh lain tentang makki madani ini ialah periwayatan dari sahabat yang menginformasikan tempat turunnya ayat QS Al-Maidah ayat 3, yang berbunyi:

قال تعلى: ( اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ ..... ) المائدة/ ٥: ٣

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan Agamamu untukmu... ” (QS Al-Maidah/5 :3) 

Imam al-Bukhori dan Muslim meriwayatkan hadis dari Tariq ibn Syihab:

أخرج الشيخان عن طارق بن شهاب: "قالت اليهود لعمر إنكم تقرءون آية لو نزلت فينا لاتخذناها عيدا. فقال عمر: إني لأعلم حيث أنزلت، وأين أنزلت، وأين رسول الله صلى الله عليه وسلم حين أنزلت: يوم عرفة، وإنا والله بعرفة. قال: سفيان: وأشك كان يوم الجمعة أم لا. (اَلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ..... )

“Kedua syekh meriwayatkan atas otoritas Tariq bin Shihab: "Orang-orang Yahudi berkata kepada Umar bahwa kamu akan membacakan sebuah ayat jika diturunkan kepada kami, kami akan menganggapnya sebagai festival. Umar berkata: Saya tahu di mana ayat itu diturunkan, dan di mana diturunkannya, dan di mana Rasulullah, semoga Allah memberkati dia dan memberinya kedamaian, adalah ketika diturunkan: Hari Arafa, dan demi Allah aku berada di Arafa." Dia berkata: Sufyan: Aku ragu apakah itu hari Jumat atau tidak. (Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu .....)”

Umar ibn Khattab menegaskan bahwa tempat turun ayat tersebut adalah di Arafah.

اَلْمَدَنِيُّ مِنَ السُّوَرِ يَكُوْنُ مَنْزِلًا فِي الْفَهْمِ عَلَى الْمَكِّيِّ، وَكَذَا الْمَكِّيُّ بَعْضُهُ مَعَ بَعْضٍ، وَالْمَدَنِيُّ بَعْضُهُ مَعَ بَعْضٍ، عَلَى حَسَبِ تَرْتِيْبِهِ فِيْ التَّنْزِيْلِ

“Pemahaman surah-surah Madaniyyah berdasarkan atas surah-surah Makkiyyah. Begitu juga surah-surah Makkiyyah antara sesamanya serta surah-surah Madaniyyah antara sesamanya, pemahamannya ditentukan urutan turunnya”.

Di antara pembuktikan mengenai hal itu adalah bahwa pesan ayat-ayat Madaniyyah biasanya berdasarkan pesan ayat Makkiyyah. Begitu juga pesan ayat-ayat yang turun belakangan dari Makkiyyah dan Madaniyyah itu berdasar pada ayat-ayat yang turun terlebih dahulu. Itu hanya dapat diketahui dari penelitian yang menyeluruh karena ayat-ayat yang datang belakangan biasanya berfungsi menjelaskan yang mujmal, mengkhususkan yang umum, membatasi yang mutlak, atau menyempurnakan yang terlihat belum sempurna.

Seorang mufasir harus memperhatikan kaitan antara ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah, dan hubungan antara yang turun terlebih dahulu dengan yang turun belakangan. Contohnya surah al-An’am, yang termasuk salah satu surah awal Makkiyah. Surat itu berisi dasar-dasar aqidah dan syariah. Ketika Rasulallah hijrah ke Madinah, surah yang pertama turun adalah surah al-Baqarah. Surah ini memerinci dasar-dasar syariah, menjelaskan berbagai kewajiban orang-orang mukallaf, dan menetapkan dasar-dasar taqwa berlandaskan pada dasar-dasar dalam surah al-An'am. Surah al-An'am menjelaskan berbagai kewajiban orang-orang mukallaf sekalipun banyak ayat yang menjelaskan tentang itu di surah lain. Misalnya ibadah yang merupakan dasar ajaran Islam, muamalah seperti jual beli, pernikahan, dan yang berkaitan dengan jinayah, juga pemeliharaan jiwa, akal, agama, dan lain-lain. 

Di ujung tulisan, penulis menyimpulkan bahwa semua risalah dan syariat para nabi diibaratkan batu bata yang disusun secara teratur, satu di atas lainnya, sehingga membentuk bangunan yang kokoh untuk memberi hidayah kepada manusia. Islam datang untuk menyempurnakan akhlak mulia dan untuk memperbaiki agama yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim a.s yang telah dirusak oleh manusia. Demikianlah hubungan syariat Islam dengan syariat-syariat sebelumnya, begitu pula hubungan syariat Islam itu sendiri yang datang belakangan dibangun atas dasar yang datang terlebih dahulu menjelaskan dan menyempurnakannya.



Oleh: Muhammad Nabih Zaky Al-fikri (Mahasiswa Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir UIN Walisongo Semarang)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama