Modernisasi Perilaku Beragama (Aksiologi QS Al–An'am : 165)

Kita pasti sudah sering sekali mendengar bahwa citra dari Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin, tidak hanya secara eksplisit sebagai rahmatan lil muslimin. Ya, hal itu disebabkan karena ajaran dari Islam sendiri yang bersifat universal. Ajaran dengan konsep moral yang universal tersebut menjadikan Islam selalu eksis dan bisa diterima melintasi ruang dan waktu zaman.

Namun kali ini, kita masih banyak mendapatkan berbagai macam informasi yang membenturkan antara sikap agama dengan pemerintah, sikap agama dengan ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya. Gesekan–gesekan yang digemborkan ini membuat kebingungan bagi mayoritas orang dan membuat citra Islam di mata dunia menjadi tidak selaras dengan perkembangan dunia yang dinamis. 

Hal-hal di atas masih disebabkan oleh banyaknya kekakuan berfikir oleh pelaku agama. Padahal, menjadi seorang pelaku agama, tidak seharusnya stagnan dalam merancang sistem perilaku yang seharusnya dilakukan karena manusia adalah sebagai khalifah atau seorang pengelola bumi. Sebagaimana QS Al –An’am:165 :

وَهُوَ ٱلَّذِى جَعَلَكُمْ خَلَٰٓئِفَ ٱلْأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَٰتٍ لِّيَبْلُوَكُمْ فِى مَآ ءَاتَىٰكُمْ ۗ إِنَّ رَبَّكَ سَرِيعُ ٱلْعِقَابِ وَإِنَّهُۥ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌۢ

Artinya : Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk menguji mu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [QS. Al-An’am:165]

Seharusnya, setelah memahami tugas kita sebagai khalifah yang memakmurkan bumi dalam zaman yang canggih ini, dengan begitu kita bisa mencoba merefleksi tentang modernisasi Islam yang dahulu digaungkan oleh Nur Cholis Majid atau yang kerap disapa Cak Nur. Dalam hal ini, modernisasi bukan dimaksudkan untuk secara eksplisit mempunyai pola hidup seperti orang barat (Westernisasi), mendudukkan rasio di atas ajaran agama, meninggalkan kepercayaan agama yang fundamental. Namun, modernisasi yang dimaksud disini adalah tindakan memetakan konsep universal yang dihubungkan dan dibentuk oleh ruang dan waktu.

Maka, di sini pelaku agama diharapkan selalu bisa berdialog dengan perkembangan dan temuan zaman yang dinamis, terus mengkaji kondisi sosial dalam rangka pengambilan sikap, dan tidak serta-merta mengabsolutkan pendapat yang berujung pada ke madharatan umat, dengan begitu kita mengharapakan keterbukaan seorang pelaku agama yang semangat dalam menyampaikan keilmuannya. 

Mayoritas penduduk di negara ini adalah beragama Islam, maka dari itu suatu pengambilan sikap pelaku agama sangatlah berpengaruh bagi masyarakat. Lalu, ketika cara pikir kita yang selalu membenturkan diri dengan ilmu pengetahuan dan sains, menyesatkan orang yang belajar filsafat, mengklaim semua tindakan politik itu kotor, mengesampingkan fungsi digital, dan selalu mengaitkan suatu problem dengan hal yang metafisika, dengan itu semua bagaimana kita bisa ikut andil dalam percaturan pengelolaan bumi yang serba moderen ini?. 

Tapi ini bukan bermaksud untuk mengesampingkan khazanah Islam klasik, karena sudah kewajiban kita untuk terus mengkaji dan mengapresiasi khazanah tersebut, sebagaimana kaidah “ al-muhafazah ‘ala al-qadim al-salih wa al-akhdzu bi al-jadid al-aslah”, (memelihara yang lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik). Sehingga, dengan bekal khazanah Islam tersebut dapat menjadi inspirasi kita dalam bertindak dan meletakkan argumen dalam menyikapi kehidupan dinamis.

Seharusnya kita bisa mengambil substansi bagaimana Nabi merombak dan merumuskan kerohanian dan tatanan masyarakat pada Kaum Jahiliyah, bagaimana terbukanya kajian ilmu tanpa merubah identitas keislaman pada masa dinasti Abbasiyah, sehingga bisa membangun baitul hikmah atau pusat studi keilmuan yang mana menarik banyak sekali sarjana barat untuk ikut terjun belajar.

Hemat saya, Tuhan menciptakan akal pada manusia untuk selalu menjawab tantangan zaman. oleh karena itu, sebagai pelaku agama yakni khalifah di bumi, manusia harus bisa berbaur dalam perkembangan, masuk dalam semua lini keilmuan, lini digital dan lini hierarki, agar terciptanya sistem sosial yang bernafaskan pesan moral Islam, dan tidak eksklusif sibuk menutup diri, dan mewujudkan wajah citra Islam bahwa terbukti benar sebagai rahmat bagai seluruh alam dan shalih likulli zaman wa makan. 


Oleh: Ahmad Mahmud Al Hamidy Al Lamunjany (Mahasiswa Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir UIN Walisongo Semarang) 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama