Al-Qur’an Mengecam Keras Penyebar Hoax


Hoax merupakan sebuah kenyataan yang sedang booming di era informasi saat ini. Eksistensinya mampu mengakibatkan ke-chaos-an serta berdampak besar di berbagai aspek. 

Adapun hoax bukanlah suatu fenomena yang baru pada zaman digital ini. Fenomena hoax telah terjadi di masa lampau, yakni dari zaman Nabi Adam a.s. yang mana sebagai manusia pertama yang merasakan dampak berita dusta yang berasal dari syaitan, yang mengakibatkan Nabi Adam a.s. harus terusir dari surga. 

Informasi atau berita yang mempunyai unsur kebohongan tersebut tak berhenti di masa Nabi Adam a.s. saja, akan tetapi terus bersambung hingga masa Nabi Muhammad Saw. bahkan terjadi di kehidupan umat Islam pada akhir zaman ini seringkali terjadi. Virus hoax tersebut menjadi viral karena dibantu adanya dukungan alat komunikasi yang canggih sehingga banyak orang tanpa sadar turut memublikasikan berita hoax tersebut.

Seperti fenomena yang terjadi sekarang ini, keberadaan internet sebagai media online dapat menghasilkan sebuah isu yang belum terverifikasi benar atau tidaknya, sehingga mengakibatkan berita hoax mudah tersebar dengan sangat cepat. Hanya dalam hitungan detik, suatu insiden sudah langsung beredar serta bisa diakses oleh pengguna internet melalui media sosial. 

Melalui media sosial ini, ratusan bahkan ribuan isu disebar setiap harinya. Bahkan belum adanya kepahaman tentang materi isu, reaksi seseorang atas infomasi tersebut sudah lebih dulu terlihat. Oleh karena itu, bisa dicermati bahwa masyarakat sebagai konsumen masih belum mampu membedakan mana berita yang valid serta mana berita yang hoax. 

Terdapat beberapa faktor yang menyugesti terjadinya hal ini, antara lain adalah ketidaktahuan masyarakat dalam memakai media sosial secara bijaksana. Pada sisi lain, para pengguna internet sering kali mengatasnamakan kebebasan serta merasa memiliki hak penuh terhadap akun pribadi miliknya. Mereka tanpa sadar bahwa apa yang mereka unggah tersebut bisa saja melanggar etika berkomunikasi dalam media sosial.

Maraknya berita hoax ini, tentu saja memberikan dampak negatif yang besar bagi pengguna media sosial. Akibat dari munculnya isu hoax ini ialah, pertama merugikan serta dapat membentuk ketakutan terhadap masyarakat, karena berita-berita hoax berisi kebohongan besar dan fitnah. Kedua, hoax menjadi provokator sebagai akibatnya dapat memecah belah publik, baik mengatasnamakan kepercayaan maupun kepentingan politik belaka. Ketiga, berita hoax sengaja untuk bertujuan menjatuhkan salah satu pihak, sehingga bisa menyebabkan adu domba.

Dengan demikian, adanya dampak-dampak negatif yang timbul akibat munculnya peredaran berita-berita hoax tersebut, maka sangat diperlukan kesadaran dan kehati-hatian bagi masyarakat, sehingga akan dapat mengantisipasi terjadinya berita kebohongan dan fitnah.  

Dalam perspektif hukum Islam, Al-Qur’an sangat mengecam orang yang ikut serta dalam menyebarkan informasi atau berita hoax, baik menyebarkannya dalam keadaan sadar ataupun sebaliknya. Hal ini ditegaskan dalam QS. An-Nur 24 : 14-15. 

وَلَوْلَا فَضْلُ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُۥ فِى ٱلدُّنْيَا وَٱلْءَاخِرَةِ لَمَسَّكُمْ فِى مَآ أَفَضْتُمْ فِيهِ عَذَابٌ عَظِيمٌ. إِذْ تَلَقَّوْنَهُۥ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُم مَّا لَيْسَ لَكُم بِهِۦ عِلْمعِل وَتَحْسَبُونَهُۥ هَيِّنًا وَهُوَ عِندَ ٱللَّهِ عَظِيمٌ


“Sekiranya tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu. Ingatlah di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar. ” (QS. An-Nur 24 : 14-15).

Berdasarkan ayat-ayat ini, M. Quraish Shihab memberikan penafsiran “Kalau bukan karena karunia dan rahmat Allah kepada kalian, dengan menerangkan hukum-hukum-Nya dan dengan menunda hukuman di dunia serta dengan memberi ampunan di akhirat, niscaya kalian telah tertimpa siksa yang amat keras karena melakukan tuduhan itu. Kalian telah menyebarkan berita bohong di kalangan kalian, padahal kalian tidak mengetahui kebenaran berita itu. Kalian menyangka bahwa hal itu adalah remeh dan tidak akan dibalas hukuman oleh Allah, atau dibalas dengan hukuman yang ringan. Padahal, itu adalah dosa besar dan akan dibalas oleh Allah dengan hukuman yang berat pula”.

Dari penafsiran tersebut maka dapat disimpulkan bahwa, Allah Swt. tidak akan memberikan karunia dan rahmat kepada orang-orang yang menyebarkan berita bohong, termasuk pada konteks saat ini adalah hoax. Jika orang-orang tersebut tidak mengakui kesalahannya serta tidak bertaubat, maka Allah SWT akan memberikan azab yang besar kepada orang-orang tersebut. Allah Swt. menegaskan, jika orang-orang tersebut menganggapnya sebagi urusan yang ringan, maka Allah Swt. menganggapnya sebagai urusan yang besar, karena penyebaran berita bohong tersebut akan dapat merugikan berbagai pihak. 

Oleh karena itu, marilah kita untuk bisa berusaha lebih cerdas dalam mencerna informasi yang beredar, terlebih lagi informasi yang mengarah pada kebencian dan fitnah. Sebelum informasi disebarkan, lakukanlah verifikasi data dalam mencari kebenaran yang tashdiq. Salah satu caranya yaitu dengan membandingkan data satu dengan data lainnya.

Namun, alangkah baiknya kita bisa meninggalkan daripada ikut andil dalam informasi yang belum jelas kebenarannya, tentunya, kecuali meng-share informasi untuk mengajak pada kebaikan. Karena share informasi ranah mengajak kebaikan untuk pelaku jelas akan mendapatkan pahalanya dan juga pahala-pahala yang melakukan karenanya.  

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِن جَآءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوٓا۟ أَن تُصِيبُوا۟ قَوْمًۢا بِجَهَٰلَةٍ فَتُصْبِحُوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَٰدِمِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat Ayat 6).

Wallahu a'lam bish-shawab.


Oleh: M. Raif Al Abrar (Mahasiswa Jurusan Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir UIN Walisongo) 

Editor: Rike Saidatur Rohmah

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama