Mengapa Kita Membaca Al-Quran dengan Qiraat Ashim Riwayat Hafs?

 


Mayoritas muslim Indonesia tidak menyadari bahwa gaya bacaan Al-Quran yang kita lantunkan hanyalah salah satu gaya dari qiraat sab’ah. Bahkan, sering kali kita tak mengetahui gaya bacaan siapa yang sebenarnya kita ikuti. Di belahan dunia muslim termasuk Indonesia saat ini yang paling banyak dilantunkan ialah qiraat Ashim riwayat Hafs. Berbeda dengan Maroko serta Aljazair yang mempertahankan qiraat Nafi’ riwayat Warsy.

Sebelum membahas mengapa mayoritas umat muslim dunia dan Indonesia menggunakan qiraat Ashim riwayat Hafs, terlebih dahulu kita ketahui apa saja qiraat sab’ah itu.

Alkisah pada tahun 322 H di bawah kepemimpinan Dinasti Abbasiyah, melalui menterinya Ibnu Isa dan Ibnu Muqlah terdapat penunjukan ulama ahli qiraat untuk menerbitkan buku tentang qiraat. Ibnu Mujahid pun terpilih sebab kepakarannya. Saat itu banyak sekali gaya bacaan yang membuat umat muslim kebingungan mana gaya bacaan yang mutawatir.

Ibnu Mujahid akhirnya menerbitkan buku dengan judul As-Sab’atu fi al-Qiraa’aat. Dalam buku ini disebutkan tujuh gaya bacaan melalui para imam Qiraat yang mutawatir. Mereka yaitu Imam Nafi’ dari Madinah, Imam Ibnu Katsir dari Mekkah, Imam Ibnu Amir dari Syam, Imam Abu ‘Amr dari Basrah, serta Imam ‘Ashim, Hamzah, dan  Al-Kisai, ketiganya dari Kufah.

Pemilihan tujuh varian bacaan ini oleh sebagian peneliti dianggap bahwa, Ibnu Mujahid terinspirasi dari hadis Rasulullah berikut.

هَكَذَا أُنْزِلَتْ. إِنّ هَذَا الْقُرْآنَ أُنْزِلَ عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ. فَاقْرَأُوا مَا تَيَسّرَ مِنْهُ

Demikianlah Kitab ini diturunkan, sesungguhnya Al-Qur’an ini diturunkan atas tujuh huruf, maka bacalah yang mudah darinya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Seiring berkembangnya waktu, dari tujuh imam tadi hanya terdapat bacaan empat imam yang dipraktekkan oleh umat muslim. Keempat Imam ini ialah Imam Nafi‘, Imam Abu ‘Amr, Imam Ibnu Amir, serta Imam Ashim melalui perawinya masing-masing.

Serta dari empat imam tersebut, hanya satu imam yang bacaanya mendominasi di dunia yakni qiraat Ashim. Lebih mengerucut lagi, dari qiraat ini yang mayoritas hanyalah qiraat yang diriwayatkan Hafs saja sementara Syu’bah tidak.

Di sinilah pembahasan sesungguhnya, mengapa bisa terjadi demikian?

Mustofa, peniliti Lajnah Petashihan Mushaf Al-Qur’an, menerbitkan sebuah tulisan pada Jurnal Suhuf dengan judul “Pembakuan Qiraat Ashim Riwayat Hafs pada Sejarah serta Jejaknya di Indonesia”. Tulisan ini mengungkapkan ada tiga faktor yang melatarbelakangi mengapa qiraat Ashim riwayat Hafs begitu terkenal.

Faktor pertama, sanad yang dimiliki Imam Ashim sangatlah kuat. Dari urutan sanad, imam ini menempati rangkaian ketiga dari semua sanad yang beliau miliki dari gurunya yang bersambung ke Rasulullah. Ketiga gurunya yaitu Abdurrahman bin As-Sulami, Zirr bin Hubaisy, serta Sa’ad bin Iyas.

Lalu, Abdurrahman bin As-Sulami mendapatkan qiraat-nya melalui 5 sahabat senior yakni Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin Mas’ud serta Zaid bin Tsabit. lalu Zirr bin Hubaisy mendapatkan qiraat-nya melalui Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib serta Abdullah bin Mas’ud. Sedangkan Sa’ad bin Iyas mendapatkan qiraat-nya melalui Abdullah bin Mas’ud saja. Persambungan sanad melalui Abdurrahman bin As-Sulami inilah yang menyebabkan sanad imam ‘Ashim sangatlah kuat.

Faktor kedua, pengaruh Ibnu Mujahid yang membakukan qiraat tujuh dan kiprah penyalinan mushaf serta percetakan. Seusai  pembakuan tujuh qiraat oleh Ibnu Mujahid, hanya empat bacaam imam yang bertahan. Setelah itu persebaran agama Islam semakin kuat dan qiraat Ashim riwayat Hafs disebut sebagai bacaan paling mudah.

Hingga ada teknologi percetakan, pada tahun 1694 percetakan Abraham Hincklemann di Hamburg, Jerman mencetak secara sempurna mushaf Al-Qur’an. Mushaf ini lengkap memakai huruf Arab yang disertai dengan tanda baca, tanda huruf, dan penomoran ayat. dan qiraat yang digunakan pada percetakan ini ialah qiraat Ashim riwayat Hafs.

Faktor ketiga, kebijakan pemerintah Mesir pada tahun 1924/1925 untuk mencetak serta menyebarluaskan ke semua penjuru dunia. Saat itu Raja Fuad secara resmi memakai qiraat Ashim riwayat Hafs serta dinilai proyek percetakan Al-Qur’an yang berhasil untuk pertama kali. Sehingga mayoritas umat muslim memakai gaya bacaan ini, meski mereka tidak menyadarinya.

Adapun di Indonesia, pengaruh-pengaruh 3 faktor tersebut memang kentara terlebih setelah beredar mushaf cetak. Tetapi sebelum adanya mushaf cetak itu, manuskrip mushaf kuno pun mayoritas memakai qiraat ini serta terkadang ada yang mencantumkan varian qiraat lain di pinggir halaman.

Seiring berjalan waktu, penggunaan mushaf cetak semakin dominan sampai saat ini hanya menggunakan satu qiraat saja, yakni qiraat Ashim riwayat Hafs.

 

Oleh    : Alifya Nur Faizah (Mahasiswa Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir UIN Walisongo)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama