Menggugat Logika Yang Keliru

 

    





Suatu malam yang dingin, di sebuah cafe yang tidak terlalu ramai, terdapat dua laki-laki yang sedang berdialog panjang. Kedua lelaki tersebut adalah mahasiswa di salah satu universitas di Semarang. Dialog tersebut diawali oleh seorang yang mengalami keresahan terhadap iman yang sedang ia anut.

“Kemarin aku membaca salah satu buku yang menjadikanku berfikir, Mas. Akan tetapi, pada akhirnya membuat keimananku menjadi sangat goyah," ungkap Suryo terhadap temannya yang bernama Ghozali.

“Memangnya terdapat apa dalam buku itu yang membuat imanmu goyah, Yo. Ada-ada saja," jawab Ghozali dengan santai.

“Begini, Mas.Dalam buku itu terdapat ungkapan salah seorang filosof yang bernama Nietzsche, dia mengatakan bahwa tuhan telah mati, karena menurutnya manusia mengakui adanya tuhan sebab tingkat ilmu dan teknologi yang sangat rendah, manakala manusia sudah menciptakan teknologi yang tinggi maka percaya terhadap tuhan sudah tidak diperlukan lagi,” Suryo menjelaskan dengan pelan.

“Ohh iya, terus?” tanya Ghozali dengan gestur tubuh yang santai

“Dulu ketika ilmu dan teknologi masih rendah, hidup masih digantungkan dengan belas kasih alam dan percaya terhadap kekuatan alam sampai didewakan. Ketika ada musibah yang menimpa, maka orang-orang dahulu meminta pertolongan kepada dewa yang diagungkan. Namun kini manusia telah menguasai ilmu dan teknologi sehingga musibah-musibah yang ada sudah dapat diprediksi dan ditangani. Sampai-sampai Nietzsche mengatakan tuhan telah mati, dan kita yang membunuhnya. Dia sangat percaya bahwa ilmu pengetahuan dapat membebaskan manusia dari ketergantungan pada alam atau kekuatan-kekuatan metafisik. Saya pikir itu sangat rasional dan masuk akal karena kebodohan dan ketidakmampuan manusia saja sehingga menyandarkan masalah-masalah terhadap kekuatan alam yang dahsyat itu. Apakah tuhan memang tidak ada?" tanya Suryo kepada Ghozali dengan raut wajah yang terlihat tegang.

“Oh begitu. Oke aku jawab tapi santai dulu dong, jangan tegang gitu kamu, Yo, wkwkwk. Diminum itu kopinya,” sambung Ghozali dengan santai dan mencairkan suasana.

“Perlu diketahui dulu, bahwa Nietzsche adalah seorang ateis. Dia pengusung paham ateisme optimisme. Pemikiran Nietzsche yang kau jabarkan tadi sama sekali tidak benar. Logika Nietzsche keliru. Mari kita buktikan bahwa logika tersebut keliru,"

“Begini, Nietzsche sangat percaya bahwa kekuatan ilmu pengetahuan dapat menguasai alam dan apabila demikian maka Tuhan tidak diperlukan lagi. Benarkah ilmu pengetahuan dapat menjanjikan optimisme yang diyakini bahwa manusia akan dapat menguasai alam?"

“Memang tidak diragukan lagi, kemajuan teknologi mempermudah semuanya, sekali gagang telepon di angkat komunikasi antarbenua dapat terlaksana. Manusia merasa semakin maju ilmu pengetahuan dan teknologi, maka semakin mudah masalah untuk diatasi. Tetapi yang terjadi tidaklah demikian. Batas dimana manusia ingin mencapainya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata selalu mundur sejalan dengan kemajuan yang dicapai. Suatu masalah dapat ditangani namun masalah baru akan datang. Maka manusia selamanya tidak akan dapat mencapai batas itu."

“Contohnya sekarang teknologi dapat mendeteksi kapan akan terjadi gempa namun teknologi dan kemajuannya tidak akan bisa menolak adanya gempa. Dan juga mungkin ilmu pengetahuan dan teknologi dapat memperlambat pengkriputan pada wajah, namun tetap tidak dapat menolak penuaan dan kematian. Begitulah ilmu pengetahuan dan teknologi, sangat terbatas, dan tidak dapat mengalahkan takdir."

“Sekali lagi, pemikiran dan logika Nietzsche yang mengatakan tuhan telah mati itu adalah pemikiran yang amat keliru. Dia kurang teliti dan terlalu pendek dalam berfikir,” jelas Ghozali kepada Suryo.

“Oalah iya juga ya, Mas. Yang saya pikir rasional dan masuk akal ternyata itu tidak benar, dan penjelasan MasGhozali lebih rasional dan masuk akal ketimbang filsuf itu," sambung Suryo dengan terus berfikir yang terlihat dari kedua alisnya yang menyatu.

“Iya, Yo. Hanya orang gila yang mengatakan tuhan telah mati. Dalam sejarah dikatakan bahwa Nietzsche pada akhir hayatnya menjadi gila, mengalami gangguan jiwa sampai-sampai mengakui dirinya sebagai Yesus, Nepoleon, dan tokoh-tokoh sejarah lainnya.

“Dan aku ingin menyampaikan lagi, Yo, bahwa argumentasi percaya akan adanya tuhan lebih kuat ketimbang argumentasi yang tidak percaya akan adanya tuhan," sambung Ghozali. 

“Iya, Mas. Terima kasih atas penjelasannya. Sebelumnya saya merasa sangat resah karena argumen Nietzsche itu, sampai-sampai rasanya imanku surut dan hampir tak percaya lagi akan adanya tuhan, namun sekarang keresahanku ini sudah terobati berkat penjelasan dari Mas Ghozali," ujar Suryo. 

“Iyaa sama-sama, Yo. Lain kali lebih hati-hati lagi dalam membaca. Jangan langsung percaya dan langsung menjadi peganganmu agar tidak salah kaprah dan tersesat. Lebih baik ditanyakan saja," pungkas Ghozali dengan nada suara yang lembut

“Iya, Mas"

Selesai berdialog keduanya pulang ke kosnya masing-masing, karena jam sudah menunjukan pukul 23.30 yang menandakan caffe sebentar lagi akan tutup.

 

Bersambung….

 

Oleh: Ahmad Askarul Afkar (Mahasiswa UIN Walisongo Semarang)

Editor: Alifya Nur Faizah

 

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama