“Kemarin aku membaca salah satu buku yang
menjadikanku berfikir, Mas. Akan tetapi, pada akhirnya membuat keimananku menjadi sangat goyah," ungkap Suryo terhadap temannya yang bernama Ghozali.
“Memangnya terdapat apa dalam buku itu yang membuat
imanmu goyah, Yo. Ada-ada saja," jawab Ghozali dengan santai.
“Begini, Mas.Dalam buku itu terdapat ungkapan salah
seorang filosof yang bernama Nietzsche, dia mengatakan bahwa tuhan telah
mati, karena menurutnya manusia mengakui adanya tuhan sebab tingkat ilmu dan
teknologi yang sangat rendah, manakala manusia sudah menciptakan teknologi yang
tinggi maka percaya terhadap tuhan sudah tidak diperlukan lagi,” Suryo
menjelaskan dengan pelan.
“Ohh iya, terus?” tanya Ghozali dengan gestur
tubuh yang santai
“Dulu ketika ilmu dan teknologi masih rendah, hidup masih
digantungkan dengan belas kasih alam dan percaya terhadap kekuatan alam sampai didewakan. Ketika ada musibah yang menimpa, maka
orang-orang dahulu meminta pertolongan kepada dewa yang
diagungkan. Namun kini manusia telah menguasai ilmu dan teknologi
sehingga musibah-musibah yang ada sudah dapat diprediksi dan ditangani.
Sampai-sampai Nietzsche mengatakan tuhan telah mati, dan kita yang membunuhnya. Dia sangat percaya bahwa ilmu pengetahuan dapat membebaskan manusia dari
ketergantungan pada alam atau kekuatan-kekuatan metafisik. Saya pikir itu sangat rasional dan masuk akal karena
kebodohan dan ketidakmampuan manusia saja sehingga menyandarkan
masalah-masalah terhadap kekuatan alam yang dahsyat itu. Apakah tuhan memang
tidak ada?" tanya Suryo kepada Ghozali dengan raut wajah yang terlihat tegang.
“Oh begitu. Oke aku jawab tapi santai dulu dong,
jangan tegang gitu kamu, Yo, wkwkwk. Diminum itu kopinya,” sambung Ghozali dengan
santai dan mencairkan suasana.
“Perlu diketahui dulu, bahwa Nietzsche adalah
seorang ateis. Dia pengusung paham ateisme optimisme. Pemikiran Nietzsche
yang kau jabarkan tadi sama sekali tidak benar. Logika Nietzsche keliru. Mari
kita buktikan bahwa logika tersebut keliru,"
“Begini, Nietzsche sangat percaya bahwa kekuatan
ilmu pengetahuan dapat menguasai alam dan apabila demikian maka Tuhan tidak
diperlukan lagi. Benarkah ilmu pengetahuan dapat menjanjikan optimisme yang
diyakini bahwa manusia akan dapat menguasai alam?"
“Memang tidak diragukan lagi, kemajuan teknologi
mempermudah semuanya, sekali gagang telepon di angkat komunikasi antarbenua
dapat terlaksana. Manusia merasa semakin maju ilmu pengetahuan dan teknologi, maka
semakin mudah masalah untuk diatasi. Tetapi yang terjadi tidaklah demikian.
Batas dimana manusia ingin mencapainya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi
ternyata selalu mundur sejalan dengan kemajuan yang dicapai. Suatu masalah
dapat ditangani namun masalah baru akan datang. Maka manusia selamanya tidak
akan dapat mencapai batas itu."
“Contohnya sekarang teknologi dapat mendeteksi kapan
akan terjadi gempa namun teknologi dan kemajuannya tidak akan bisa menolak
adanya gempa. Dan juga mungkin ilmu pengetahuan dan teknologi dapat
memperlambat pengkriputan pada wajah, namun tetap tidak dapat menolak penuaan
dan kematian. Begitulah ilmu pengetahuan dan teknologi, sangat terbatas, dan
tidak dapat mengalahkan takdir."
“Sekali lagi, pemikiran dan logika Nietzsche yang
mengatakan tuhan telah mati itu adalah pemikiran yang amat keliru. Dia kurang
teliti dan terlalu pendek dalam berfikir,” jelas Ghozali kepada Suryo.
“Oalah iya juga ya, Mas. Yang saya pikir rasional
dan masuk akal ternyata itu tidak benar, dan penjelasan MasGhozali lebih
rasional dan masuk akal ketimbang filsuf itu," sambung Suryo dengan terus
berfikir yang terlihat dari kedua alisnya yang menyatu.
“Iya, Yo. Hanya orang gila yang mengatakan tuhan
telah mati. Dalam sejarah dikatakan bahwa Nietzsche pada akhir
hayatnya menjadi gila, mengalami gangguan jiwa sampai-sampai mengakui dirinya sebagai
Yesus, Nepoleon, dan tokoh-tokoh sejarah lainnya.
“Dan aku ingin menyampaikan lagi, Yo, bahwa
argumentasi percaya akan adanya tuhan lebih kuat ketimbang argumentasi yang
tidak percaya akan adanya tuhan," sambung Ghozali.
“Iya, Mas. Terima kasih atas penjelasannya. Sebelumnya
saya merasa sangat resah karena argumen Nietzsche itu, sampai-sampai rasanya
imanku surut dan hampir tak percaya lagi akan adanya tuhan, namun sekarang
keresahanku ini sudah terobati berkat penjelasan dari Mas Ghozali," ujar Suryo.
“Iyaa sama-sama, Yo. Lain kali lebih hati-hati lagi
dalam membaca. Jangan langsung percaya dan langsung menjadi peganganmu agar tidak salah
kaprah dan tersesat. Lebih baik ditanyakan saja," pungkas Ghozali dengan nada
suara yang lembut
“Iya, Mas"
Selesai berdialog keduanya pulang ke kosnya
masing-masing, karena jam sudah menunjukan pukul 23.30 yang menandakan caffe
sebentar lagi akan tutup.
Bersambung….
Oleh: Ahmad Askarul Afkar (Mahasiswa UIN Walisongo Semarang)
Editor: Alifya Nur Faizah