Revitalisasi Makna Kurban

 



Bulan Zulhijjah merupakan bulannya umat muslim di seluruh dunia yang merasakan gemuruh keberkahan. Bagaimana tidak, di bulan ini terdapat berbagai rangkaian ibadah yang di syi'arkan untuk dikerjakan kalangan muslimin dunia. Salah satunya adalah ibadah haji. Dalam pelaksanaan haji, kita mengenal istilah menyembelih hewan kurban.  

Penyembelihan hewan kurban termasuk ibadah yang sangat dianjurkan bagi mereka yang mampu (memiliki harta se-nishab menurut Mazhab Hanafi) pada hari raya Iduladha hingga hari tasyrik selesai. Penyembelihan hewan kurban merupakan salah satu bentuk taqarrub kepada Allah SWT. Tradisi penyembelihan hewan kurban dilestarikan dari waktu ke waktu oleh masyarakat Arab Jahiliyah.

Allah mensyariatkan pemotongan hewan kurban pada setiap bulan Zulhijjah seperti tertera dalam Surat Al-Hajj ayat 36-37, "Allah menghendaki mereka yang memiliki kelebihan rezeki untuk membeli hewan kurban sesuai ketentuan, menyembelih, serta membagikan dagingnya kepada mereka yang berhak".

Berbicara tentang makna kurban, Apa sih kurban itu? Apakah kurban merupakan rangkaian ibadah dalam haji? Ataukah hanya sebatas menikmati daging sapi dan kambing yang dibakar, dengan bumbu cinta dan kasih bersama orang tersayang? 

Di dalam Islam telah dijelaskan, bahwa makna kurban secara universal adalah penyembelihan hewan ternak yang dilakukan oleh pemeluk agama Islam. Penyembelihan hewan kurban dilaksanakan setiap hari raya Iduladha pada tanggal 10 Dzulhijjah. 

Ibadah kurban bukan hal baru bagi bangsa Arab. Namun, sudah menjadi tradisi yang diperkenalkan oleh nenek moyang mereka yaitu Nabi Ibrahim AS, ketika menyembelih Nabi Ismail AS.

Baca Juga: Mengenal Qiraah Khas Imam Hafsh

Dijelaskan bahwasanya Nabi Ibrahim AS, bermimpi tentang anaknya. Dalam mimpi tersebut, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih anaknya yaitu Ismail. Mimpi ini bertepatan pada malam ke delapan bulan Zulhijjah. Setelah itu, Nabi Ibrahim meminta pendapat kepada Ismail terkait mimpi yang beliau alami. 

Tanpa berpikir panjang, akhirnya Ismail pun menjawab ayahnya dengan berkata, “Wahai Ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu, Insyaa’a Allah engkau akan mendapatiku termasuk sebagai seorang yang sabar.” Ketika keduanya hendak menjalankan prosesi penyembelihan, ternyata ada kejadian yang tak terduga. 

Setelah terlihat begitu nyata kesabaran dan ketaatan Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as, maka Allah mengganti Nabi Ismail dengan sembelihan lain yaitu seekor domba. Kemudian peristiwa ini menjadi alasan untuk disyariatkannya kurban. Peristiwa ini dikisahkan dalam QS. As-Saffat ayat 102 -107. 

Perintah berkurban tercantum dalam QS Al-Kautsar ayat 2, Allah Swt berfirman: 

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ

“Maka Laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).” 

Beberapa ulama fiqih mengklasifikasikan dalam beberapa hukum terkait sebab-sebab seseorang itu harus berkurban. Pertama, madzhab Maliki, Syafii dan Hambali menghukumi kurban ini sebagai sesuatu yang sunnah. Mereka berpendapat demikian karena ada beberapa dalil yang menunjukkan bahwa ibadah kurban ini memang sunnah. 

Rasulullah Saw bersabda, “ Tiga perkara yang bagiku hukumnya fardlu tapi bagi kalian hukumnya sunnah, yaitu salat witir, menyembelih udhiyah atau hewan kurban dan salat dluha.” (HR. Ahmad dan Al-Hakim). Dalil lain yang menjadi penguat yaitu atsar dari Abu Bakar dan Umar. 

Mereka tidak melakukan kurban selama satu sampai dua tahun, karena apabila kedua sahabat tersebut melakukan secara rutin per tahun, takutnya warga sekitar beranggapan bahwa kurban itu merupakan sesuatu yang wajib. Kedua, madzhab Hanafi. Beliau berpendapat bahwa penyembelihan hewan kurban hukumnya wajib bagi yang mampu. Selain itu, Rabi’ah, Al-laits bin Sa'ad, Al-Auza’ie dan salah satu pendapat dari madzhab maliki juga mewajibkan perintah untuk berkurban. 

Alasan mereka mewajibkan ini adalah hasil ijtihad dari firman Allah Swt pada QS. Al-Kautsar ayat 2 yang berbunyi, “ Maka dirikanlah salat, karena Tuhanmu berkurban.” Menurut mereka, ayat ini merupakan amr atau kata perintah. Dan pada hakikatnya setiap kata perintah itu harus dipenuhi atau dilaksanakan. 

Dalam QS. Al-Hajj ayat 34 dijelaskan bahwa: 

وَلِكُلِّ اُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِّيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلٰى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْۢ بَهِيْمَةِ الْاَنْعَامِۗ فَاِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌ فَلَهٗٓ اَسْلِمُوْاۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِيْن

 

Dan bagi setiap umat Kami syariatkan penyembelihan (kurban), agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka berupa hewan ternak. Maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan sampaikanlah (Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).” 

Jelas sekali bahwa Allah Swt menyuruh hamba-Nya untuk senantiasa berkurban dan menggunakan hartanya dengan sebaik mungkin, hal demikian merupakan orang-orang yang berserah diri dan tunduk kepada apa yang telah diperintahkan oleh Allah Swt.

Lalu, bagaimana hukumnya bila seseorang yang memiliki banyak uang tapi tidak berkurban? Punya barang seharga jutaan kenapa tak berkurban? Pertanyaan ini sering muncul di kalangan masyarakat yang mengalami keresahan ini. 

Orang-orang yang sudah mampu secara finansial, tetapi tidak mau untuk berkurban, mereka termasuk orang-orang yang tidak mensyukuri rezeki yang telah Allah berikan kepadanya. Padahal, rezeki yang ada di tangan mereka hanyalah titipan yang harus diputar kembali kepada orang-orang yang membutuhkan. 

Baca Juga: Seni Menghadang Tuhan

Berkurban juga tidak akan mengurangi harta seseorang, berkurban merupakan investasi masa depan. Rasulullah Saw bersabda, “ Siapa yang memilki kelapangan tapi tidak menyembelih kurban, janganlah mendekati tempat salat Kami.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim mensahihkannya). 

Sungguh rugi sekali bila seseorang yang mempunyai uang banyak tapi tidak berkurban, padahal banyak hikmah dibalik pelaksanaan kurban. Pertama, menumbuhkan rasa saling membantu sesama. Berkurban tidak hanya tentang menyembelih untuk dimakan saja, akan tetapi mengajarkan kepada kita untuk berbagi kebaikan kepada mereka yang membutuhkan sehingga mereka bisa merasakan nikmatnya makan daging. Bisa jadi, mereka yang kurang mampu dalam kesehariannya jarang makan daging bahkan tidak pernah. Inilah momen yang sangat tepat untuk saling berbagi. Kedua, mempererat silaturahmi. 

Dengan berkurban, hubungan kita dengan kerabat, saudara, tetangga dan penerima daging kurban lainnya akan semakin erat, karena mereka merasa diperhatikan oleh kita.

Oleh: Siti Yulianti (Mahasiswi Jurusan Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir UIN Walisongo Semarang)

Editor: Rizqi M




Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama