Ruang Hampa, Aku dikurung dalam kegelapan
Aku yang tersudutkan, aku yang malang
Separuh bumiku hilang
Sepotong sayapku, ku patahkan sendiri oleh kelalaian
Jantungku bak separuh berdetak
Siluet bayang hitam yang terus mendekat
Hingga hilang tengka di antara kita
Aku yang malang terselimuti ketakutan
Sepotong sayapku, ku patahkan sendiri oleh kelalaian
Jantungku bak separuh berdetak
Siluet bayang hitam yang terus mendekat
Hingga hilang tengka di antara kita
Aku yang malang terselimuti ketakutan
Bayang hitam yang membentakku bertanya
Dimana bumi yang kutitipkan
Dimana sayap suci yang kupancangkan
Hanya secepat kedipan mata, seberkas pendar yang kemudian menyambar
Aku, di sambar pendar di hantam kirana, duduk meratap asa
Darah bercucuran, dan aku yang malang
Ku coba berlari memeluk erat separuh sayap utuh yang mulai rapuh
Dengan gontai berlari dan berusaha mengingat dimana kuletakan hal yang hilang
Dan hap!
Baca Juga: Seni Menghadang Tuhan
Aku yang malang
Terangkat tubuh ini melayang di atas angkasa
Seperdetik kemudian terbanting tanpa arah, lagi masih ku peluk sisa sayap.
Terus lisan ini berteriak meminta ampun walau sedikit kemungkinan kan di dengar
Diangkat kembali tubuh ini bak kembali di hempas
Namun tertahan
Terdengar lembut berbisik namun samar asalnya
“bukan kah kau di beri keistimewaan dengan dapat membawa serta menghafal mushaf?
Lalu mengapa engkau lalai? Bukan kah sudah kau ketahui bagaimana sakitnya menyiksa diri sendiri dan disiksa?
Tahukah bahwa penyebab semua ini ada pada dirimu?
Berbenahlah! Ini bukanlah keterlambatan
Sungguh Allah akan murka atas kelalaianmu”
Oleh: Ayu Fauziah Annisa Putri (Mahasiswi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir UIN Walisongo Semarang)
Redektur: Rizqi
Labels:
Puisi