Menolak Pluralisme: Islam Agama Dakwah, Bukan Toleransi

(pinterest/JKP)

Paradigma Islam sebagai agama toleransi, sesungguhnya bukanlah pemahaman yang benar. Sebab, baik Al-Qur’an maupun Hadits tidak pernah menjelaskan konsepsi tersebut. Konsep yang diterangkan oleh Al-Qur’an sangat jelas, yakni Islam sebagai agama dakwah. Kata dakwah merupakan bentuk mashdar yang berarti “seruan” atau “ajakan”. Maksud ajakan ialah Islam sebagai agama yang mengajak kepada jalan kebenaran.

 

Allah berfirman dalam Q.S. an-Nahl: 125,

 

ุงُุฏْุนُ ุงِู„ٰู‰ ุณَุจِูŠْู„ِ ุฑَุจِّูƒَ ุจِุงู„ْุญِูƒْู…َุฉِ ูˆَุงู„ْู…َูˆْุนِุธَุฉِ ุงู„ْุญَุณَู†َุฉِ ูˆَุฌَุงุฏِู„ْู‡ُู…ْ ุจِุงู„َّุชِูŠْ ู‡ِูŠَ ุงَุญْุณَู†ُۗ ุงِู†َّ ุฑَุจَّูƒَ ู‡ُูˆَ ุงَุนْู„َู…ُ ุจِู…َู†ْ ุถَู„َّ ุนَู†ْ ุณَุจِูŠْู„ِู‡ٖ ูˆَู‡ُูˆَ ุงَุนْู„َู…ُ ุจِุงู„ْู…ُู‡ْุชَุฏِูŠْู†َ

 

Artinya: "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk".

 

Konsep tadi sangat berbanding terbalik dengan konsep toleransi yang lahir dan tumbuh di Barat. Kata toleransi berasal dari bahasa latin tolerare yang berarti membiarkan sesuatu yang dianggap menyimpang atau salah dengan batasan tertentu. Latar belakang yang menyebabkan lahirnya definisi tersebut ialah tidak terlepas dari sejarah peradaban Barat yang sarat akan konflik antar sekte dalam agama Katolik. Konflik itu dipicu oleh setiap sekte yang mengklaim kebenaran sektenya dan kesesatan sekte lainnya. Oleh karena itu, agar konflik antar sekte tadi tidak terjadi lagi di kemudian hari, maka dirumuskanlah konsep toleransi yang membiarkan kebenaran dan kesesetan tiap-tiap sekte.

 

Perlu diketahui, konsep toleransi juga semakin berkembang (pada saat itu) dan akhirnya melahirkan konsep-konsep turunan seperti pluralisme, individualisme, humanisme, liberalisme, dan konsep-konsep yang lain, yang akan penulis jelaskan di lain kesempatan. Satu hal yang pasti, konsep-konsep tadi bertentangan dengan konsep-konsep yang diterangkan oleh Al-Qur’an dan Hadits, terutama dalam aspek keimanan (faith).

 

Ayat yang Disalahpahami

Doktrin-doktrin yang diterangkan oleh Al-Qur’an merupakan sebuah kebenaran mutlak, meski masih banyak umat Islam yang mengalami kesalahpahaman dalam menginterpretasikannya dengan batas-batas yang tidak wajar alias fatal.

 

Salah satu surat yang sering disalahpahami sebagai argumentasi toleransi ialah Q.S. Al-Kafirun. Surat tersebut dianggap sebagai surat yang melanggengkan keberadaan toleransi dalam Islam, terutama pada bagian ayat ke enam. Hal tersebut merupakan anggapan yang keliru. Sebab, apabila kita merujuk kepada definisi awal toleransi, maka pemahaman Surat al-Kafirun bukanlah berisi tentang toleransi, melainkan penolakan terhadap paham pluralisme yang digencarkan oleh Kafir Quraisy kepada Nabi Muhammad SAW.

 

Kritik Terhadap Pemikiran Syahrur

Kesalahan yang sama juga dialami oleh Muhammad Syahrur, seorang Mufassir Kontemporer asal Suriah. Beliau salah paham dalam menafsirkan Q.S. Al-Kahfi: 29.

 

ูˆَู‚ُู„ِ ุงู„ْุญَู‚ُّ ู…ِู†ْ ุฑَّุจِّูƒُู…ْۗ ูَู…َู†ْ ุดَุงุۤกَ ูَู„ْูŠُุคْู…ِู†ْ ูˆَّู…َู†ْ ุดَุงุۤกَ ูَู„ْูŠَูƒْูُุฑْۚ ุงِู†َّุงٓ ุงَุนْุชَุฏْู†َุง ู„ِู„ุธّٰู„ِู…ِูŠْู†َ ู†َุงุฑًุงۙ ุงَุญَุงุทَ ุจِู‡ِู…ْ ุณُุฑَุงุฏِู‚ُู‡َุงۗ ูˆَุงِู†ْ ูŠَّุณْุชَุบِูŠْุซُูˆْุง ูŠُุบَุงุซُูˆْุง ุจِู…َุงุۤกٍ ูƒَุงู„ْู…ُู‡ْู„ِ ูŠَุดْูˆِู‰ ุงู„ْูˆُุฌُูˆْู‡َۗ ุจِุฆْุณَ ุงู„ุดَّุฑَุงุจُۗ ูˆَุณَุงุۤกَุชْ ู…ُุฑْุชَูَู‚ًุง

 

Dan katakanlah (Muhammad), “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barangsiapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barangsiapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir.” Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta pertolongan (minum), mereka akan diberi air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan wajah. (Itulah) minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.

 

Dalam penafsiran ayat tersebut, Syahrur berpendapat bahwa Allah SWT memperbolehkan setiap manusia memilih untuk menjadi manusia yang beriman atau pun manusia yang kafir (mengingkari), dengan merujuk pada penggalan ayat “maka barangsiapa yang menghendaki (beriman), hendaklah dia beriman dan barangsiapa yang menghendaki (kafir), maka hendaklah dia kafir”. Jadi, menurut Syahrur, tidak ada masalah bagi orang yang kafir, karena Allah memperbolehkan dalam memilih pilihan tersebut. Berarti, secara langsung Muhammad Syahrur melegalkan Pluralisme, menganggap adanya kebenaran suatu agama di luar agama Islam.

 

Menurut Dr. Mohammad Nasih, pemahaman Syahrur terhadap ayat tersebut terkesan seperti pemahaman anak kecil yang polos. Analoginya seperti ketika dahulu kita duduk di bangku sekolah dasar. Apabila kita membuat keributan di kelas kemudian dimarahi oleh pak guru dan diperintahkan untuk keluar kelas, maka bagi orang yang sadar akan kesalahannya, dia tidak akan mau keluar kelas. Berbeda dengan orang yang lugu dan polos, ia akan memilih keluar kelas karena salah dalam memahami perintah gurunya, padahal gurunya tidak bermaksud seperti itu.

 

Analogi tadi sama seperti pemahaman Syahrur terhadap penafsiran penggalan ayat di atas. Syahrur terlalu memakan mentah-mentah makna literal ayat tadi, padahal untuk memahami al-Qur’an tidak cukup hanya sebatas mengetahui makna literal saja, tapi diperlukan juga rasa bahasa yang tinggi. Sebab, mayoritas bentuk kalimat yang ada di al-Qur’an merupakan bentuk majas ungkapan. Di dalam bahasa Jawa, Allah dalam konteks penggalan ayat tadi seakan-akan sedang ngelulu kepada seluruh umat manusia, karena lanjutan penggalan ayat tadi sudah diterangkan sangat jelas, bahwa Allah telah menyediakan neraka yang bergejolak bagi orang-orang yang dzolim (kafir).

 

Islam Agama Dakwah

Seperti yang telah disinggung di muka, Islam merupakan agama yang mengajak seluruh alam kepada jalan kebenaran, yakni Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa (rahmatan lil ‘alamin). Semenjak lahirnya di tanah Arab, Islam sudah membuktikan bahwa ia adalah agama yang mengajak umat manusia untuk menyembah hanya kepada satu-satunya Tuhan Yang Maha Benar. Oleh karena itu, tidak ada paksaan dalam beragama (way of life). Sebab menurut Al-Qur’an, sungguh telah jelas antara petunjuk dengan kesesatan. Petunjuk dengan cara beriman kepada Allah dan kesesatan dengan cara mengingkari Allah. Dan semua itu akan dipertanggungjawabkan di hari kiamat kelak. Semoga kita termasuk orang-orang yang beruntung. Aamiin. 

Wallahu a’lam bi al-shawab.


Oleh: *Muhammad Nabil Mu’allif* (Mahasiswa Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir angkatan 2021)


1 Komentar

  1. Saya baru tahu kalau toleransi ternyata dari Barat, menarik. Tapi setahu saya agama Islam sangat toleran dalam hal sifatnya muamalah dan tidak toleran dalam hal teologi (keimanan) ๐Ÿ™๐Ÿ™

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama