Lucky Ade Sessiani Narasumber kedua, mengatakan, laki-laki cenderung memiliki ranah publik yang bersifat agresif dan mandiri. Berbeda dengan perempuan yang cenderung ranah domestik, memiliki sifat emosional, lembut juga perhatian.
"Laki-laki sering dipandang sebagai yang utama, beda halnya dengan perempuan yang dipandang hanya memiliki tiga kodrat yakni, masak, macak, dan manak," ucap Lucky yang juga Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang.
Disampaikan, adanya budaya patriarki, yaitu budaya yang mana menjadikan laki-laki sebagai patokan membawa pengaruh _setting_ sosial terhadap kesenjangan gender. Gender merupakan sebuah kontak sosial dan gender bukanlah sesuatu yang melekat secara permanen.
"Pengaruh _setting_ sosial terhadap kesenjangan gender mengacu pada kehadiran orang lain, harapan sosial dan kebutuhan akan kompetensi, juga populasi dan familiaritas," paparnya.
Menurut beliau, setiap orang berhak atas kebebasan ekspresi dan ekpresi itu identik dengan bagaimana cara kita berkomunikasi. Tujuan komunikasi laki-laki yaitu untuk mewujudkan kontrol atau percaya diri. Sedangkan, perempuan lebih mengarah pada kedekatan, dukungan dan pemahaman.
"Perempuan dapat dinyatakan bentuk diskriminasi apabila diberi beban yang menuntut. Bentuk diskriminasinya antara lain sterotip, subordinasi, marginalisasi, beban berlebih, dan juga kekerasan," tuturnya.
Dijelaskan, perempuan identik dengan perasaan yang ekspresif, yaitu kepekaan yang tinggi dan emosional. Emosi ini bisa menjadi keunggulan, juga bisa menjadi sebaliknya yaitu kelemahan.
"Dan antara laki-laki dan perempuan itu saling keterkaitan. Jadi, lakukan yang terbaik dan jangan pernah membandingkan satu sama lain," pungkasnya.
Reporter: *Nazilah Nuril Farikhah* (Mahasiswi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir angkatan 2022)