KH. Bisri Mustofa adalah seorang kiai kharismatik yang merupakan pendiri Pondok Pesantren Roudlotut Thalibin Rembang Jawa Tengah. la dilahirkan di Kampung Sawahan Gang Palen Rembang Jawa Tengah pada tahun 1915. Pada masa kecilnya ia diberi nama Mashadi oleh kedua orang tuanya yaitu H. Zainal Mustofa dan Chodijah. Selanjutnya setelah ia menunaikan ibadah haji pada tahun 1923 ia mengganti nama dengan Bisri.
Selain sebagai seorang kiai yang mengasuh sebuah pesantren, KH. Bisri Mustofa adalah politikus handal yang disegani oleh semua kalangan. Sebelum Nahdhatul Ulama keluar dari Masyumi, KH. Bisri Mustofa adalah seorang aktivis Masyumi yang sangat gigih berjuang. Akan tetapi setelah NU menyatakan diri keluar dari Masyumi, ia pun ikut keluar dan berjuang di NU. Pada Pemilu tahun 1955 ia terpilih menjadi anggota konstituante yang merupakan wakil dari NU. Sewaktu pemerintahan Orde Baru rnenerapkan fusi atas partai-partai yang ada waktu itu, sehingga Partai NU pun harus berfusi ke dalam Partai Persatuan Permbangunan (PPP), K.H. Bisri Mustofa pun akhirnya bergabung dan meneruskan perjuangannya di PPP. Pada Pemilu 1977 ia masuk dalam daftar calon legislatif (caleg) jadi dari PPP untuk daerah pemilihan Jawa Tengah. Akan tetapi ketika masa kampanye kurang seminggu lagi, tepatnya Hari Rabu tanggal 17 Februari 1977 (27 Shafar 1397 H) menjelang waktu ashar KH. Bisri Mustofa dipanggil oleh Allah Swt. untuk selama-lamanya.
Pemikiran keagamaan KH. Bisri Mustofa dinilai oleh banyak kalangan bersifat moderat. Sikap moderat ini merupakan sikap yang diambil dengan menggunakan pendekatan ushul fiqh yang mengedepankan kemaslahatan dan kebaikan umat islam yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi zaman clan masyarakatnya. Oleh karena itu pemikirannya sangat kontekstual. Pemikiran-pemikiran KH. Bisri Mustofa itu biasannya dituangkan dalam bentuk tulisan yang disusunnya menjadi buku-buku. kitab-kitab, dan lain sebagainya. Banyak sekali karya KH. Bisri Mustofa yang sampai sekarang menjadi rujukan bagi para ulama dan santri di Indonesia dan di Jawa khususnya. Hasil karya yang sudah tercetak kira-kira sebanyak 176 buah.
Salah satu kitab karangannya dalam bidang tafsir ialah Al Ibriz. Kitab ini ditulis karena beliau memiliki keinginan agar Tafsir al-Ibriz dapat bermanfaat bagi masyarakat dan seluruh kalangan. Hal ini disampaikan oleh Bisri Mustafa dalam Mukaddimah al-Ibriz yang berbunyi: “Dumateng ngersanipun poro mitro muslimin ingkang sami mangertos tembung daerah jawi, kawulo segahaken terjemah tafsir al-Qur’an al-Aziz mawi coro ingkang persojo, enteng serto gampil pemahamipun”.Selain itu, alasan KH. Bisri menulis kitab al-Ibriz adalah ingin melestarikan bahasa jawa.
Tafsir Al-Ibriz cenderung bercorak kombinasi antara fiqhi, sosial-kemasyarakatan dan sufi. Dalam arti, penafsir akan memberikan tekanan khusus pada ayat-ayat tertentu yang bernuansa hukum, tasawuf atau sosial kemasyarakatan. Dalam corak kombinasi ini, harus diletakkan dalam artian yang sangat sederhana. dalam mukaddimah kitab tafsirnya, KH. Bisri juga menjelaskan bahwa sumber penafsirannya, ia peroleh dari kitab-kitab tertentu seperti Tafsir Jalalain, Tafsir Baidhawi, Tafsir Khazin, dan lain-lain.
Aliyya Qotrunnada A.S (Mahasiswi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir UIN Walisongo Semarang)