Pada bulan Zulhijjah, terdapat banyak ragam ibadah yang dianjurkan untuk dikerjakan oleh seluruh kaum muslim, mulai dari puasa yang
dimulai dari tanggal 1 hingga 9, kemudian melakukan salat Idul Adha disertai
dengan ibadah kurban dan lainnya. Khusus mengenai ibadah kurban, seluruh kaum
muslim dianjurkan untuk berkurban di hari Idul Adha atau hari tasyriq jika
mampu.
Memahami makna dan keutamaan Idul Adha menjadi sebuah hal yang
dapat dijadikan pengingat untuk diri sendiri. Hal ini dikarenakan adanya faktor
yang membuat seseorang bisa berubah menjadi sosok pribadi baru yang lebih baik.
Adapun pengertian Idul Adha itu diperingati dengan bertepatannya puncak ritual ibadah haji selama di Mekah. Bisa disebut juga karena memperingati peristiwa Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim sebagai salah satu bukti ketaatan mereka. Agar makna Idhul Adha semakin jelas, maka akan dijabarkan sejarah pelaksanaan yang telah dijelaskan dan sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadits.
Nabi Ibrahim merupakan salah satu nabi kesayangan Allah Swt. Kecintaan dan ketaatannya sangat membuat iri para malaikat. Nabi satu ini tak memiliki putra hingga usia senja. Karena terus berdoa, akhirnya Allah izinkan Nabi Ibrahim mendapatkan putra dari istrinya, Siti Hajar, di hari tuanya. Anak yang lahir tersebut diberi nama Ismail.
Ketika
Ismail berusia 10 tahun, Nabi Ibrahim mendapatkan mimpi yang terus berulang.
Mimpi itu datang dari Allah yakni perintah untuk menyembelih putranya sendiri,
yakni Ismail. Sebagai ayah, tentu ada rasa sedih dan hancur dengan perintah
dari Allah tersebut. Akan tetapi, karena ketaatan beliau kepada Allah sangat
besar, Nabi Ibrahim pun berniat untuk melaksanakannya dengan bertanya pada
Ismail terlebih dahulu.
Saat
Nabi Ibrahim mengutarakan maksud kepada anaknya, ternyata jawaban Ismail
sungguh di luar dugaan. Dirinya bersedia untuk disembelih karena dia yakin
ayahnya adalah sosok soleh yang tidak akan berbohong kepada siapa pun.
Pernyataannya ini memberikan makna Idul Adha semakin istimewa dirasakan.
Pada
hari yang telah disepakati keduanya sudah siap untuk menjalankan perintah
Allah. Ismail meminta sang ayah untuk mengikat tubuhnya dengan tali dan mengasah
pisaunya dengan tajam agar dirinya tak merasakan sakit. Sungguh Maha Besar
Allah atas segala kuasa, saat pisau Ibrahim sampai pada leher Ismail, tubuhnya
langsung digantikan dengan domba.
Hal
inilah yang mendasari pemilihan hewan domba atau kambing menjadi salah satu
hewan yang dianjurkan untuk disembelih ketika kurban. Dengan berkurban, makna
Idul Adha sebagai salah satu amal ibadah duniawi akan sampai pahalanya hingga
akhirat. Banyak pendapat ulama yang menyatakan bahwa hewan kurban yang
disembelih akan menjadi kendaraan saat manusia berada di jembatan siratal
mustaqim.
Diriwayatkan dalam QS. Al-Hajj ayat 34 Allah SWT berfirman:
وَلِكُلِّ
أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكًا لِّيَذْكُرُوا۟ ٱسْمَ ٱللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم
مِّنۢ بَهِيمَةِ ٱلْأَنْعَٰمِ ۗ فَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَٰحِدٌ فَلَهُۥٓ
أَسْلِمُوا۟ ۗ وَبَشِّرِ ٱلْمُخْبِتِينَ
Artinya: "Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami
syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap
binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah
Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah
kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)"
Dijelaskan pula dalam Tafsir Kementrian Agama Surah Al-Hajj Ayat 34 tentang
sifat-sifat yang dimilki oleh orang yang bertakwa. Secara tersurat, takwa artinya adalah takut, yaitu perasaan takut untuk
melakukan sesuatu yang dilarang oleh Allah, dengan keyakinan bahwa Allah selalu
mengawasi hamba-hamba-Nya, dimana pun dan kapan pun, tidak ada yang luput dari
pengawasan-Nya. Allah telah menetapkan syariat bagi tiap-tiap
manusia termasuk di dalamnya syariat kurban. Seseorang yang berkurban berarti
ia telah menumpahkan darah binatang untuk mendekatkan dirinya kepada Allah dan
ingin mencari keridaan Allah.
Allah memerintahkan kepada orang-orang yang
berkurban itu agar mereka menyebut dan mengagungkan nama Allah waktu
menyembelih binatang kurban itu, dan agar mereka mensyukuri nikmat Allah yang
telah dilimpahkan kepada mereka. Di antara nikmat Allah itu ialah berupa
binatang ternak, seperti unta, lembu, kambing dan sebagainya yang merupakan
rezeki dan makanan yang halal bagi mereka.
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa orang-orang
yang beriman dilarang mengagungkan nama apapun selain daripada nama Allah.
Setelah datangnya Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir yang membawa risalah bagi
seluruh umat manusia, maka agama yang benar dan harus diikuti oleh seluruh umat
manusia hanyalah agama Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan sunnah Nabi
Muhammad. Firman Allah:
اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِسْلَامُ ۗ
وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ
Artinya: "Sesungguhnya
agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah
diberi Kitab." (QS. Āli ‘Imrān/3: 19)
Lebih jelas lagi siapa pun yang mencari
atau berpegang pada agama selain Islam maka tidak akan diterima Allah dan
termasuk orang yang rugi. Firman Allah:
وَمَنْ يَّبْتَغِ غَيْرَ الْاِسْلَامِ دِيْنًا
فَلَنْ يُّقْبَلَ مِنْهُۚ وَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ
Artinya: "Dan barang siapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi." (QS. Āli ‘Imrān/3: 85);
Rasulullah saw menyembelih
binatang kurban dengan menyebut nama Allah dan bertakbir, sebagaimana tersebut
dalam hadis beliau:
عَنْ أَنَسٍ قَالَ: أُتِيَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ اَمْلَحَيْنِ (فِيْهِمَا بَيَاضٌ
يُخَالِطُهُ سَوَادٌ) أَقْرَنَيْنِ فَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى
صَفَاحِهَا. (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: "Dari Anas, ia
berkata, “Rasulullah saw dibawakan dua ekor domba yang bagus (pada kedua
domba itu terdapat warna putih yang bercampur hitam) yang bertanduk bagus, lalu
beliau menyebut nama Allah dan bertakbir (waktu menyembelihnya) dan meletakkan
kakinya di atas rusuk binatang itu.” (Riwayat al-Bukhāri dan Muslim).
Pada
akhir ayat ditegaskan bahwa Allah yang berhak disembah itu adalah Tuhan Yang
Maha Esa, dan kepercayaan tauhid itu telah dianut pula oleh orang-orang dahulu,
karena itu patuh dan taat hanya kepada Allah, mengikuti semua
perintah-perintah-Nya, menjauhi semua larangan-Nya dan melakukan semua
pekerjaan semata-mata karena-Nya dan untuk mencari keridaan-Nya.
Allah
memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw agar menyampaikan berita gembira kepada
orang-orang yang tunduk, patuh, taat, bertobat dan merendahkan dirinya
kepada-Nya bahwa bagi mereka disediakan pahala yang berlipat ganda, berupa
surga di akhirat nanti.
Perkataan “maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha
Esa” memberi peringatan bahwa kurban, menghormati syiar-syiar Allah, dan
beribadah sesuai dengan petunjuk para rasul yang diutus kepada mereka,
sekalipun ibadah dan syariat itu berbeda pada tiap-tiap umat, namun termasuk
dalam agama Allah, termasuk jalan yang lurus yang harus ditempuh oleh setiap
yang mengaku sebagai hamba Allah, dalam menaati dan mencari rida-Nya.
Perbedaan
cara-cara beribadah antara umat-umat yang dahulu dengan umat-umat yang datang
kemudian, di dalamnya umat Nabi Muhammad, janganlah dijadikan alasan yang dapat
menimbulkan perpecahan di antara orang-orang yang beriman. Semuanya itu
dilakukan dengan tujuan untuk menghambakan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Oleh: Aliyya Qothrunnada AS (Mahasiswa Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Walisongo Semarang)