Kurban: Bentuk Takwa kepada Allah Berdasarkan QS. Al-Hajj ayat 34

 



Pada bulan Zulhijjah, terdapat banyak ragam ibadah yang dianjurkan untuk dikerjakan oleh seluruh kaum muslim, mulai dari puasa yang dimulai dari tanggal 1 hingga 9, kemudian melakukan salat Idul Adha disertai dengan ibadah kurban dan lainnya. Khusus mengenai ibadah kurban, seluruh kaum muslim dianjurkan untuk berkurban di hari Idul Adha atau hari tasyriq jika mampu.

Memahami makna dan keutamaan Idul Adha menjadi sebuah hal yang dapat dijadikan pengingat untuk diri sendiri. Hal ini dikarenakan adanya faktor yang membuat seseorang bisa berubah menjadi sosok pribadi baru yang lebih baik.

Adapun pengertian Idul Adha itu diperingati dengan bertepatannya puncak ritual ibadah haji selama di Mekah. Bisa disebut juga karena memperingati peristiwa Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim sebagai salah satu bukti ketaatan mereka. Agar makna Idhul Adha semakin jelas, maka akan dijabarkan sejarah pelaksanaan yang telah dijelaskan dan sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadits.

Nabi Ibrahim merupakan salah satu nabi kesayangan Allah Swt. Kecintaan dan ketaatannya sangat membuat iri para malaikat. Nabi satu ini tak memiliki putra hingga usia senja. Karena terus berdoa, akhirnya Allah izinkan Nabi Ibrahim mendapatkan putra dari istrinya, Siti Hajar, di hari tuanya. Anak yang lahir tersebut diberi nama Ismail.

      Ketika Ismail berusia 10 tahun, Nabi Ibrahim mendapatkan mimpi yang terus berulang. Mimpi itu datang dari Allah yakni perintah untuk menyembelih putranya sendiri, yakni Ismail. Sebagai ayah, tentu ada rasa sedih dan hancur dengan perintah dari Allah tersebut. Akan tetapi, karena ketaatan beliau kepada Allah sangat besar, Nabi Ibrahim pun berniat untuk melaksanakannya dengan bertanya pada Ismail terlebih dahulu.

           Saat Nabi Ibrahim mengutarakan maksud kepada anaknya, ternyata jawaban Ismail sungguh di luar dugaan. Dirinya bersedia untuk disembelih karena dia yakin ayahnya adalah sosok soleh yang tidak akan berbohong kepada siapa pun. Pernyataannya ini memberikan makna Idul Adha  semakin istimewa dirasakan.

         Pada hari yang telah disepakati keduanya sudah siap untuk menjalankan perintah Allah. Ismail meminta sang ayah untuk mengikat tubuhnya dengan tali dan mengasah pisaunya dengan tajam agar dirinya tak merasakan sakit. Sungguh Maha Besar Allah atas segala kuasa, saat pisau Ibrahim sampai pada leher Ismail, tubuhnya langsung digantikan dengan domba.

        Hal inilah yang mendasari pemilihan hewan domba atau kambing menjadi salah satu hewan yang dianjurkan untuk disembelih ketika kurban. Dengan berkurban, makna Idul Adha sebagai salah satu amal ibadah duniawi akan sampai pahalanya hingga akhirat. Banyak pendapat ulama yang menyatakan bahwa hewan kurban yang disembelih akan menjadi kendaraan saat manusia berada di jembatan siratal mustaqim.

Diriwayatkan dalam QS. Al-Hajj ayat 34 Allah SWT berfirman:


وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكًا لِّيَذْكُرُوا۟ ٱسْمَ ٱللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّنۢ بَهِيمَةِ ٱلْأَنْعَٰمِ ۗ فَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَٰحِدٌ فَلَهُۥٓ أَسْلِمُوا۟ ۗ وَبَشِّرِ ٱلْمُخْبِتِينَ

Artinya: "Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)"

Dijelaskan pula dalam Tafsir Kementrian Agama Surah Al-Hajj Ayat 34 tentang sifat-sifat yang dimilki oleh orang yang bertakwa. Secara tersurat, takwa artinya adalah takut, yaitu perasaan takut untuk melakukan sesuatu yang dilarang oleh Allah, dengan keyakinan bahwa Allah selalu mengawasi hamba-hamba-Nya, dimana pun dan kapan pun, tidak ada yang luput dari pengawasan-Nya. Allah telah menetapkan syariat bagi tiap-tiap manusia termasuk di dalamnya syariat kurban. Seseorang yang berkurban berarti ia telah menumpahkan darah binatang untuk mendekatkan dirinya kepada Allah dan ingin mencari keridaan Allah.

Allah memerintahkan kepada orang-orang yang berkurban itu agar mereka menyebut dan mengagungkan nama Allah waktu menyembelih binatang kurban itu, dan agar mereka mensyukuri nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada mereka. Di antara nikmat Allah itu ialah berupa binatang ternak, seperti unta, lembu, kambing dan sebagainya yang merupakan rezeki dan makanan yang halal bagi mereka.

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa orang-orang yang beriman dilarang mengagungkan nama apapun selain daripada nama Allah. Setelah datangnya Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir yang membawa risalah bagi seluruh umat manusia, maka agama yang benar dan harus diikuti oleh seluruh umat manusia hanyalah agama Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad. Firman Allah:

اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِسْلَامُ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ

Artinya: "Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab." (QS. Āli ‘Imrān/3: 19)

Lebih jelas lagi siapa pun  yang mencari atau berpegang pada agama selain Islam maka tidak akan diterima Allah dan termasuk orang yang rugi. Firman Allah:

وَمَنْ يَّبْتَغِ غَيْرَ الْاِسْلَامِ دِيْنًا فَلَنْ يُّقْبَلَ مِنْهُۚ وَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ

Artinya: "Dan barang siapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi." (QS. Āli ‘Imrān/3: 85); 

Rasulullah saw menyembelih binatang kurban dengan menyebut nama Allah dan bertakbir, sebagaimana tersebut dalam hadis beliau:

عَنْ أَنَسٍ قَالَ: أُتِيَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ اَمْلَحَيْنِ (فِيْهِمَا بَيَاضٌ يُخَالِطُهُ سَوَادٌ) أَقْرَنَيْنِ فَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صَفَاحِهَا. (رواه البخاري ومسلم)

Artinya: "Dari Anas, ia berkata, “Rasulullah saw dibawakan  dua ekor domba yang bagus (pada kedua domba itu terdapat warna putih yang bercampur hitam) yang bertanduk bagus, lalu beliau menyebut nama Allah dan bertakbir (waktu menyembelihnya) dan meletakkan kakinya di atas rusuk binatang itu.” (Riwayat al-Bukhāri dan Muslim).

Pada akhir ayat ditegaskan bahwa Allah yang berhak disembah itu adalah Tuhan Yang Maha Esa, dan kepercayaan tauhid itu telah dianut pula oleh orang-orang dahulu, karena itu patuh dan taat hanya kepada Allah, mengikuti semua perintah-perintah-Nya, menjauhi semua larangan-Nya dan melakukan semua pekerjaan semata-mata karena-Nya dan untuk mencari keridaan-Nya.

Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw agar menyampaikan berita gembira kepada orang-orang yang tunduk, patuh, taat, bertobat dan merendahkan dirinya kepada-Nya bahwa bagi mereka disediakan pahala yang berlipat ganda, berupa surga di akhirat nanti.

      Perkataan “maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa” memberi peringatan bahwa kurban, menghormati syiar-syiar Allah, dan beribadah sesuai dengan petunjuk para rasul yang diutus kepada mereka, sekalipun ibadah dan syariat itu berbeda pada tiap-tiap umat, namun termasuk dalam agama Allah, termasuk jalan yang lurus yang harus ditempuh oleh setiap yang mengaku sebagai hamba Allah, dalam menaati dan mencari rida-Nya.

Perbedaan cara-cara beribadah antara umat-umat yang dahulu dengan umat-umat yang datang kemudian, di dalamnya umat Nabi Muhammad, janganlah dijadikan alasan yang dapat menimbulkan perpecahan di antara orang-orang yang beriman. Semuanya itu dilakukan dengan tujuan untuk menghambakan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.


Oleh: Aliyya Qothrunnada AS (Mahasiswa Jurusan  Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Walisongo Semarang) 

 

 

 




Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama