Penulis : M. Faizi
Penerbit
: Cantrik Pustaka
Tahun : 2020
Buku kumpulan essai karya M. Faizi berusaha mengajak kita
untuk bertafakur dan bertadabbur terhadap apa yang kita lakukan
dan dampak yang diberikan. Buku yang berjudul Merusak Bumi dari Meja Makan ini
mengharapakan adanya perubahan perilaku konsumtif masyarakat terhadap barang
sekali pakai yang kemudian menjadi sampah. Tidak hanya barang sekali pakai
saja, M. Faizi juga menyinggung soal sisa-sisa makanan beserta remah-remahnya
yang tergeletak di atas meja. Suatu persoalan yang harusnya kita anggap sebagai
hal mendasar yang menjadi penyebab terjadinya kerusakan lingkungan, justru
malah terbalik, hal demikian kita anggap normal karena sudah menjadi kebiasaan.
Persoalan mengenai perut, makan dan meja makan menjadi poin yang tidak bisa
dielakkan, karena setiap harinya manusia tidak jauh dari kegiatan tersebut, seperti
rasa lapar.
Bayangkan saja, jika dari banyaknya jumlah manusia menggunakan barang sekali
pakai hanya untuk kepentingan perut, makan beserta mejanya.
Penjelasan mengenai fakta masyarakat dan pengalaman pribadi
M. Faizi, terkait upaya untuk menciptakan lingkungan tanpa plastik menjadi
pelajaran bagi kita, bahwa gaya hidup praktis menggunakan barang sekali pakai
yang kemudian menjadi sampah, dapat merusak bumi dan seisinya, juga menjadi
peringatan kepada masyarakat untuk berhati-hati, dan sebisa mungkin mencegah
serta mengurangi pemakaian barang sekali pakai yang bisa menimbulkan madharat
bagi lingkungan, tindakan ini bisa dilakukan sekurang-kurangnya dari meja
makan.
Tidak sedikit alternatif yang ditawarkan di dalam dalam buku ini untuk mencegah dan mengurangi penggunaan sampah
plastik,
seperti merubah bentuk bekas plastik menjadi kerajinan tas dan vas bunga. Mengurangi
tempat sampah untuk mendikte supaya tidak memproduksi dan membuang sampah juga menjadi
tindakan yang sudah terealisasikan, upaya ini sudah dilakukan SMA 3 An Nuqyah
yang mana upaya tersebut disebut sebagai kegiatan tanpa sampah/plastik (KTP/S).
(Hal. 43). Meski plastik tidak akan lepas dari kehidupan dan akan terus ada di
muka bumi, upaya yang bisa kita lakukan adalah untuk sebisa mungkin mengurangi
penggunaan sampah plastik tersebut, dan yang paling penting adalah konsistensi
dalam menjalankannya.
Sampah plastik yang entah kapan pertama kali ditemukan dan
siapa penggagasnya, yang sampai hari ini kian menggunung dan membendung, memang
menjadi barang yang memiliki manfaat bagi kebutuhan manusia, menjanjikan
aktivitas bungkus-membungkus menjadi praktis tanpa ribet dan ribut. Namun
kemudian muncul persoalan tentang dampak yang diberikan oleh barang plastik
tersebut, mengingat manusia hanya numpang tinggal di bumi dan sangat beruntung
sekali Tuhan menjadikan manusia sebagai pengendalinya, tidak menutup kemungkinan
terjadinya kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh tangan manusia sendiri,
seperti yang sudah tertera dalam Al Qur'an surah Ar Rum : 41.
Perubahan gaya hidup manusia yang lebih praktis dan enak
menjadi tolak ukur kondisi bumi Pertiwi, gaya hidup ini tertuang dalam perilaku
masyarakat sekarang dalam melakukan kegiatan hajatan, tasyakuran dan lain
sebagainya, dengan
memilih AMDK (air mineral dalam kemasan) untuk dijadikan sebagai suguhan yang
lebih simpel. Tidak seperti orang-orang dulu yang
menggunakan gelas kaca untuk menyeduh kopi atau teh. Kegiatan yang mendukung
bertambahnya jumlah sampah ini harus ditanggulangi dengan cermat dan dengan kesadaran
penuh masyarakat. Memang dampak yang diberikan tidak langsung dirasakan seperti
naiknya nilai dolar dan tsunami, tetapi perlahan akan terjadi.
Penulisan buku merusak bumi dari meja makan menggunakan
bahasa yang santai dan mudah dipahami. Tetapi jika dilihat dari penjelasannya nampak serius karena
berbicara mengenai persoalan lingkungan dan ekologi yang secara langsung
berhadapan dengan masyarakat. Didalamnya pun tidak hanya membahas persoalan sampah
plastik, tapi juga terdapat persoalan tentang remah-remah makanan dan sisa
makanan yang jika dibiarkan akan menjadi limbah. Hal ini acapkali ditemukan, yang
kemungkinan kebiasaan menyisakan makanan ini disebabkan karena kurangnya rasa
syukur. Membeli barang yang belum tentu
membutuhkan akan menjadikan perilaku yang me-mubazir-kan.
Sudut pandang yang dibawakan penulis menjelaskan secara jelas
dan realistis bahwa penggunaan barang sekali pakai cenderung mengakibatkan
penumpukan Sampah yang kian menggunung dan mengakibatkan pencemaran lingkungan.
Terlebih sampah plastik yang
membutuhkan ratusan tahun untuk dapat diurai dengan tanah. Sebagai seorang Kyai
yang menguasai ilmu agama, beliau juga tidak lupa menggunakan sudut pandang
agama, seperti menyertakan cuplikan hadis, ayat-ayat Al Qur'an dan qoul ulama
seperti imam Al Ghazali Imam Nawawi dan lainnya, tentu tidak dengan menggunakan
bahasa yang mengajari atau menceramahi. M. Faizi yang juga menjadi tokoh
budayawan menyinggung soal sedekah sir atau sedekah rahasia sebagai sudut
pandang lain yang telah dilakukan oleh masyarakat Madura. Masyarakat biasanya
meletakkan makanan di tempat umum, seperti perempatan jalan. Kadang makanan
tersebut dibungkus besek atau diletakkan di atas nampan. (Hal. 48).
Alam yang bergerak secara teratur dan simultan, dalam
perspektif keimanan, hal ini berlangsung karena ke-Esaan Tuhan. Maka tugas manusia sebagai pengelola
bumi dan seisinya haruslah menjaga dan merawat dengan bijak. Sebagaimana
pembahasan dalam buku Merusak Bumi Dari Meja Makan, bahwa persoalan mengenai
ekologi dan lingkungan menjadi kasus sekaligus PR bagi Bersama yang tidak serta
merta hilang dengan gampang, karena sudah membudaya dan membias-a. Perlu Tindakan dan Gerakan untuk
mencegahnya, beranjak dari hal kecil yang dimulai dari diri sendiri, keluarga dan
kelompok atau komunitas. Bukankah perilaku kebaikan lebih baik dimulai dari
diri sendiri?
Sumber: https://www.goodreads.com/book/show/51328320-merusak-bumi-dari-meja-makan
Disusun Oleh: Haikal Furqon (Mahasiswa Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir 2022)